Minggu, 15 Agustus 2021

PKTD Untuk Kegiatan Kebun Buah Desa

                 Sesuai dengan kebijakan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam penggunaan Dana Desa tahun 2021, yakni: Pengembangan Sektor Prioritas maka Pemerintah Kalurahan Sumberagung Kapanewon Jetis Bantul mengalokasikan dana desanya untuk kegiatan pengembangan Kebun Buah Desa.  Hal ini juga selaras dengan kebijakan Bupati Bantul dalam memprioritas penggunaan APBD Kabupaten Bantul untuk sektor industri, pertanian, dan pariwisata. Dalam APBKal Kalurahan Sumberagung tahun 2021, kegiatan Pengembangan Kebun buah Desa ini merupakan alokasi dana desa untuk Padat Karya Tunai Desa (PKTD).


                Dana Desa yang tersedia untuk PKTD ini berjumlah 100 juta rupiah, untuk upah pekerjanya hampir 70 juta dengan menyerap 23 orang tenaga kerja termasuk perempuan selama sekitar dua bulan. Tenaga kerja diprioritaskan untuk kelompok masyarakat miskin, pengangguran, dan yang terdampak pandemi covid yang berasal dari warga kalurahan setempat.

               Bentuk kegiatan berupa penebangan pohon tidak produktif, pembersihan lahan (land clearing), pembuatan greenhose bambu untuk tanaman anggur, penataan kolam, saluran drainase, dan penanaman pohon buah unggulan. Varietas tanaman yang dikembangkan adalah klengkeng New Kristal yang memiliki produktifitas tinggi, apokat Markus yang sangat adaptatif di dataran rendah, pisang cavendis yang ukuran buahnya pas untuk disajikan sebagai buah meja, dan berbagai varietas anggur yang juga sudah adaptasi  di Bantul.


                Varietas tersebut dipilih juga karena memiliki  sifat genjah sehingga dalam waktu tiga tahun sudah berbuah. Untuk anggur dan pisang dalam waktu 9 bulan juga sudah berbuah. Kebutuhan pasar masih sangat terbuka lebar, selain itu perawatannya mudah, relatif tidak ada hama dan penyakit yang bisa mematikan. Cukup menggunakan pupuk organik dari kotoran kambing hasilnya tetap memuaskan sehingga ramah lingkungan. Dan tidak kalah pentingnya pupuk tersebut bisa diperoleh dari warga setempat, integrasi dengan sektor peternakan.

        Rencana pengelolaan kebun buah ini kedepannya akan dikembangkan sebagai agrowisata sekaligus eduwisata pertanian dan dipadukan dengan kuliner tradisional. Untuk mewujudkan rencana tersebut kebutuhan pendanaannya dianggarkan dalam APBKal dilakukan secara bertahap. Dalam RKP 2022 akan dimasukan kegiatan untuk mewujudkan sarana pendukung kuliner.

           Kegiatan PKTD tahun-tahun sebelumnya berupa kegiatan pembersihan badan jalan, pembersihan selokan, semacam kerja bakti gotong royong tetapi dibayar. Yang penting ada SPJ dan bukti pendukung maka beres…

“Kegiatan semacam ini oleh pemerintah kalurahan dipandang tidak memberi dampak jangka panjang. Bahkan ada penilaian hanya sekedar memenuhi ketentuan regulasi, memenuhi kewajiban saja, “ jelas pak Agus Ulu-ulu Kalurahan Sumberagung. Agar PKTD memiliki dampak berkelanjutan, ujarnya lebih lanjut, maka kegiatannya di tahun 2021 dan tahun mendatang dimanfaatkan untuk pengembangan kebun buah dan kegiatan produktif lainnya. “Ada lahan seluas tujuh ribu meter persegi yang selama ini menjadi lahan tidur, tidak termanfaatkan,” tuturnya.

            Untuk mengembangkan potensi dan sumber daya yang dimiliki desa agar mampu meningkatkan kesejahteraan warganya memang perlu terobosan inovasi dan visi seorang pemimpin. Visi sebagai kompas penunjuk arah kebijakan sekaligus menjadi passion bersama. Tetapi sayangnya hal tersebut tidak dimiliki desa… (AT)

 

Senin, 19 Juli 2021

Mengolah Sampah Organik Dengan Budidaya Maggot

 


           Aktifitas manusia modern semakin variatif, semakin banyak ragam barang dan produk yang dikonsumsi sehingga semakin besar pula sampah yang dihasilkan. Individu masyarakat kota lebih banyak menghasilkan sampah daripada individu masyarakat pedesaan. Dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata setiap orang dalam seharinya memproduksi 0,6 kg sampah dengan komposisi 60% sampah organik, 20% sampah daur ulang, 20% sampah residu.

Sampah organik yang merupakan bagian terbesar dari sampah rumah tangga ternyata yang sudah  didaur ulang diolah menjadi kompos baru mencapai 15%, sisanya terbuang di TPA dan akhirnya membusuk dan menjadi sumber polusi udara dan pencemaran lingkungan. Sampah residu yang ironisnya berasal dari barang konsumtif produksi pabrikan  belum banyak tertangani baik secara reuse (penggunaan kembali) maupun recycle (didaur ulang) terlebih untuk jenis sampah medis. Yang sudah tertangani lumayan baik adalah jenis sampah daur ulang, misal plastik, kertas, besi, kaca karena punya nilai ekonomi.

     Meskipun sudah ada Perda Kabupaten Bantul tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, sepertinya belum efektif menumbuhkan rasa tanggungjawab dan mengubah perilaku warga akan sampah yang dihasilkan.

Setiap orang menghasilkan sampah, tetapi setiap orang tidak mau ketempatan sampah. Jangankan ketempatan sampah, untuk memilah sampahnya sendiri saja kebanyakkan orang juga belum peduli. Bahkan  sebagian masyarakat masih juga membuang sampah secara sembarangan, asal ada lahan kosong merekapun menaruh sampah disitu.  Tidak ada aliran sungai yang tidak dijadikan tempat pembuangan sampah. Sungai dan lautan menjadi tercemar, diprediksi kekayaan plasma nutfah atau keragaman hayati lautan kita akan musnah dalam lima puluh tahun kedepan kalau kondisi seperti ini dibiarkan. Indonesia merupakan negara penyumbang terbesar kedua dalam hal pencemaran lautan.

Akibat lain yang sudah kita rasakan adalah sering ditutupnya Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Piyungan karena sudah tidak bisa menampung buangan sampah warga.


 Belajar dari kisah sukses di tempat lain, faktor keberhasilan dalam pengelolaan sampah adalah karena ‘gerakan warga’, kata kuncinya edukasi dan demplot percontohan...  

                           

Figure 1 : Semakin menggunung sampah di TPA

 

Edukasi

Kepedulian masyarakat terhadap masalah sampah masih rendah, sikap dan perilaku masyarakat dalam hal sampah masih sangat perlu diedukasi. Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas PPKBPMD, setahu penulis, telah melakukan pemberian sarana pengolahan sampah dan edukasi kepada kelompok masyarakat agar persoalan sampah dilingkungan mereka dapat terkelola secara baik. Dalam beberapa tahun terakhir telah dihibahkan alat angkut, mesin pencacah, rumah pilah  sampah bagi bank sampah serta dilakukan pelatihan pengolahan sampah bagi UP2K-PKK, pengurus pasar desa se kabupaten, pengurus Pos Pelayanan Teknologi Kapanewon se kabupaten,  pengurus BUMDesa dan unsur pemerintah desa.

 Pelatihan terakhir yang difasilitasi oleh DPPKBPMD dilaksanakan di Guwosari Training Center (GSTC) Kalurahan Guwosari Pajangan dengan peserta dari unsur Bumdes, Pemerintah Desa, Bamuskal, Pendamping Desa. Peserta pelatihan diberi materi tentang bagaimana sampah itu digunakan kembali dan bagaimana sampah itu didaur ulang menjadi produk baru yang fungsional dan memiliki nilai ekonomi. Peserta diajari untuk mengenal lebih teliti berbagai jenis sampah plastik limbah rumah tangga dan bagaimana sampah plastik tersebut didaur ulang menjadi pralon dan bahan lain yang dibutuhkan manusia. Juga bagaimana sampah kain bekas digunakan kembali menjadi pot semen tanaman yang harganya lebih murah dengan pot plastik dalam ukuran sama.

Capaian hasil pelatihan untuk mengubah perilaku warga agar proses pemilahan sampah dapat dilakukan di tingkat paling bawah atau langsung dari sumbernya. Sampah akan menjadi masalah ketika tidak dipilah tetapi justru sampah akan menjadi berkah ketika kita mampu memilahnya. Karena ketika dipilah akan mudah penanganannya sekaligus punya nilai ekonomi.

Dengan demikian sebenarnya sudah ada kelompok-kelompok masyarakat yang dapat menjadi embrio dalam penangan sampah di Bantul. Jika kelompok ini dapat diberdayakan dan dikoordinir maka sangat mungkin akan dapat menjadi gerakan masyarakat peduli sampah secara massif. Diharapkan mereka bisa berkolaborasi dan menjadi garda terdepan sehingga terjadi akselerasi dalam mewujudkan Bantul Bersih Sampah. Agar konsep pengolahan sampah dengan dasar pemilahan sampah ini bisa dilakukan secara masif maka perlu dibuatkan  demplot percontohan yang akan menjadi referensi atau acuan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat

Problem di bank sampah dan Bumdes  yang memiliki unit usaha jasa pengambilan sampah warga adalah belum dimanfaatkannya sampah organik rumah tangga yang terkumpul dari pelanggan mereka. Mereka masih sebatas mengambil sampah plastik dan kertas dari sampah pelanggan yang terkumpul dan mereka jual ke pihak ketiga. Padahal jumlah sampah organik yang berhasil dikumpulkan  seharinya bisa ratusan kilo, tapi sayangnya hanya dibuang kembali ke TPA. Bahkan perlu keluar biaya angkut…  Maka bagaimana memanfaatkan sampah organik ini supaya tidak hanya dibuang lagi, menjadi penting agar sampah dari masyarakat bisa tuntas terselesaikan oleh kelompok masyarakat. Tidak pertu lahan untuk tempat pembuangan akhir sampah, bagaimana caranya?

Budidaya Maggot

Sampah organik sebenarnya dapat terurai oleh mikroorganisme yang ada di alam tetapi proses ini membutuhkan waktu lama. Namun sekarang ini kemampuan mikroorganisme di alam dalam menguraikan sampah kalah cepat dengan jumlah sampah yang diproduksi manusia. Maka semakin banyak sampah menumpuk dan terus bertambah setiap saat. Sebenarnya tidak hanya mikroorganisme, ada makroorganisme yang mampu menguraikan sampah dengan cepat dan mudah dilakukan, yaitu maggot. Dengan kemampuan manusia untuk mengenali sifat  perilaku maggot dan  melakukan rekayasa teknologi budidayanya telah terbukti maggot menjadi solusi masalah sampah organik.



Maggot adalah fase larva dari lalat tentara hitam (black soldier fly). Lalat ini berkembang biak dengan cepat, dalam satu siklus hidupnya –mulai dari telur, larva/maggot, pre pupa, pupa, dan lalat- selama 50 hari mampu berkembang biak sekitar seratus kali lipat. Pada fase larva/maggot mampu mengkonsumsi sampah organik seberat dua kali berat tubuhnya. Sifat inilah yang menjadikan maggot sebagai ‘mesin’ pengurai sampah organik yang paling efektif sekaligus efisien.

Manfaat yang didapat tidak hanya sebagai pengurai sampah organik tetapi juga maggot ini bisa dimanfaatkan sebagai pakan unggas dan ikan karena tubuhnya mengandung protein tinggi dan juga kalori. Penggunaan maggot sebagai pakan ikan atau ungags dapat menekan komponen biaya pakan ikan sampai 23%. Dari budidaya maggot juga menghasilkan pupuk kompos berkualitas dari kotoran maggot. Jadi, satu sisi masalah sampahnya bisa terselesaikan  dan akan didapat manfaat lain yang sangat menguntungkan.

Bagaimana analisa usaha budidaya maggot? Untuk bisa menghasilkan satu kilogram maggot dari fase telur sampai maggot dewasa dibutuhkan 5 kilogram limbah organik. Jadi kalau Bumdes punya 500 KK pelanggan, dengan satu KK anggotanya 4 orang maka dalam satu hari sampah organik yang terkumpul adalah 0,6 x 0,6 x 4 x 500 kg sekitar 720 kg sampah organik. Maka dalam sehari  potensi maggot yang diproduksi seberat 720 kg dibagi 5 yakni sekitar 144 kg maggot. Harga satu kilo maggot di pasaran Rp. 6.000,- sehingga Bumdes akan memperoleh pendapatan sebesar 144 kali Rp. 6.000,- yakni Rp 864.000,- dengan dikurangi biaya penyusutan kandang dan alat serta upah tenagakerja masih feasible untuk serius digeluti. Potensinya sangat besar,  jumlah KK di satu desa bisa mencapai 4.000 KK lebih, jadi apabila budidaya maggot digeluti secara serius oleh Bumdes atau kelompok masyarakat lain hasilnya sangat menjanjikan.

Berapa biaya investasinya?

1.     Biaya pembuatan kandang lalat

2.     Biaya pembuatan kandang penetasan telur

3.     Biaya pembuatan kandang pembesaran maggot

4.     Biaya pembuatan bangunan peneduh kandang maggot.

Kandang lalat dan kandang penetasan telur cukup seluas 30 m persegi, terbuat dari galvalum sehingga butuh biaya 30 x 2 x 160.000 = 9.600.000. Biaya peralatan kandang 10.000.000. Maggot membutuhkan kandang pembesaran, idealnya untuk memproduksi 6 kg maggot dibutuhkan  luasan kandang 1 meter persegi. Dari siklus bayi maggot ke maggot dewasa butuh 18 hari. Jika target produksi 300 kg sehari maka luasan kandang pembesaran maggot  butuh 300:6 = 50 meter persegi. Tentunya produksinya harus kontinu setiap hari, maka luas  kandang maggot yang dibutuhkan harus kita kalikan dengan jumlah hari satu siklus pembesaran = 50 x 18 = 900 meter persegi. Untuk menghemat luasan bangunan peneduh kandang  bisa disiasati dengan cara kandang pembesaran maggot dibuat dari papan bertingkat 4, sehingga luasan bangunan peneduhnya hanya butuh seperempatnya saja.

Dengan demikian untuk memproduksi maggot 300 kg perhari membutuhkan kandang pembesaran seluas 900 persegi dan bangunan peneduh kandang seluas 900 : 4 = 225 m persegi. Biaya pembuatan kandang pembesaran maggot dari tripleks tebal 9 mm untuk 1 m persegi Rp 75.000, jadi 900 x Rp 75.000 = Rp67.500.000. Biaya pembuatan bangunan peneduh kandang dari galvalum untuk 1 m persegi Rp 160.000 sehingga = 225 x Rp 160.000 = Rp 36.000.000.

Jadi total investasi seluruh kandang dan peralatan dengan kapasitas produksi maggot 300 kg perhari = 9.600.000 + 10.000.000 + 67.500.000 + 36.000.000 = 123.100.000.  . Potensi pendapatan dari panen maggot 300 x 6.000 = 1.800.000 perhari. Dengan pekerja 5 orang dan gaji 1,5 juta bisa anda hitung berapa pendapatan sebulannya, menggiurkan…

Dari analisa seperti ini maka pengelola jasa pengambilan sampah warga bahkan tidak perlu memungut iuran bulanan dari pelanggan dengan catatan warga telah memilah jenis sampah organik dengan sampah lainnya. Sekaligus untuk mengedukasi warga agar peduli dan bertanggung jawab dengan sampah yang dihasilkan.

Jika budidaya maggot dengan memanfaatkan  pakan sampah organik limbah rumah tangga bisa dilakukan secara massif di setiap Bumdes atau kelompok masyarakat, masalah sampah dapat terselesaikan di tingkat paling bawah dan mimpi Bantul Zero Waste -seperti misinya bupati-  bisa terwujud. Insyaallah….

 

                                                                                                                           

 

Jumat, 16 Juli 2021

Pendaftaran nama BUMDesa Trimurti Lestari

 


Pada hari Kamis tanggal 15 Juli 2021 bertempat di Kantor BUMDesa Trimurti Lestari, diadakan kegiatan pendaftaran nama BUMDesa Trimurti Lestari di website bumdes.kemendes.go.id sesuai dengan amanat PP No 11/2021 dan Permendesa No 03/2021 tentang Badan Hukum BUMDesa.

Lurah Agus Purwaka,ST, Hadir memberikan ucapan selamat datang kepada semua yang hadir dan harapan agar ada arahan tentang pendaftaran BUMDesa.

Hadir dalam acara tersebut secara terbatas ada Koordinator Provinsi Program P3MD Murtodho,SH dan HRD pak Gatot, Koordinator TA P3MD Bantul Hj. Riyaningsih,SE, Pendamping Desa Raryudi Utomo,S.Si, Pendamping Lokal Desa Agus Yunarto,SP, Pamong Ulu-Ulu Rini Lestari,ST, Direktur BUMDesa Ardian Raharjo, Bendahara Yunanto, Sekretaris Retno Sundari,SH.

Korprov dan HRD P3MD DIY menyampaikan bahwa prinsipnya Kemendesa memfasilitasi BUMDesa untuk didaftarkan ke Kemenkumham. Kementrian memberikan status yang jelas bagi BUMDesa dengan badan hukum agar dapat seluas-luasnya menjalankan bisnis usahanya. Ada payung hukum yang jelas dari Kemenkumham. Tim Pendamping Desa sebagai mitra siap berdiskusi dan bersama-sama mengembangkan BUMDesa menjadi lebih maju.

Secara Teknis Hj. Riyaningsih menyampaikan bahwa Peraturan Desa tentang pemebntukan BUMDesa yang selama ini sudah ada agar disesuaikan dengan PP 11/2021 dan juga Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya. Kemudian juga BUMDesa harus menyusun program kerja meliputi modal awal, jenis usaha, proyeksi laba, atau bisnis plannya.

Proses diawali dengan membuka website bumdes.kemendes.go.id kemudian memasukkan Username Kode Desa, dan password. Pertama masuk aplikasi, Lurah memasukkan data dirinya Nama NIK, Nama BUMDesa,  alamat kantor BUMDesa, dan mengirimya untuk diverifikasi dan validasi data oleh BPSDM Kemendesa. 

Kemudian setelah terverifikasi maka akan muncul pilihan untuk mencetak formulir pendaftaran dan nomor pendaftarannya. Sebagai catatan adalah nama BUMDesa yang telah di ACC artinya nanti harus segera dilakukan proses pendaftaran berbadan hukum selama maksimal 40 hari. Jika tidak didaftarkan badan hukum, maka harus mulai prosesnya dari awal lagi.

Jika pendaftaran nama tertolak kemungkinan karena penamaan BUMDesa dan desa adalah sama, atau nama BUMDesa sudah ada dipakai oleh desa lain. Sehingga harus dilakukan musyawarah untuk review Peraturan Desa serta penyesuaian dengan PP 11/2021.


Selanjutnya setelah mendapat nomor pendaftaran nama akan dipakai untuk mendaftarkan badan hukumnya dengan dilampiri Peraturan Desa pembentukan BUMDesa, AD ART, Program Kerja.

Strategi pendaftaran adalah pembentukan Tim, yaitu tim yang fokus menyusun Program Kerja, menyusun atau mereview Peraturan Desa, AD, ART. Kemudian musyawarah desa pembahasan peraturan tersebut. Harapannya selama 40 hari ke depan dapat  dilaksanakan pendaftaran badan hukumnya.

Sebagai penutup, Rini Lestari,ST selaku Ulu-Ulu atau anggota pengawas BUMDesa menyampaikan apresiasi kepada BUMDesa dan terima kasih kepada Tim Pendamping Desa yang telah memberikan arahan serta selanjutnya agar saling koordinasi untuk pengembangan BUMDesa.

#Raryudi PDP Srandakan

Jumat, 23 April 2021

Pemanfaatan Sampah Organik

 

Bumdes Trimurti Studi Banding Pemanfaatan Sampah Organik

                Dari 75 kalurahan se Kabupaten Bantul ada 68 yang telah membentuk Bumdes, dengan tingkat perkembangan yang sangat variatif. Dari jumlah itu yang memiliki unit usaha pengelolaan sampah ada 24 Bumdes, juga dengan jumlah pelangggan yang variatif pula. Mereka memiliki jumlah pelanggan ada yang berjumlah sekitar  600 KK tetapi ada yang hanya sekitar 50 KK.  Bumdes Trimurti Srandakan unit usaha sampahnya relative baik,   memiliki pelanggan 600 KK dengan iuran 20 ribu rupiah perbulan. Menurut pengurus Bumdes untuk operasional pengambilan sampah dari pelanggan dilayani oleh tiga karyawan Bumdes yang mendapat honor perorang Rp. 1.300.000,- perbulan, sedang karyawan pemilah sampah 2 orang dengan honor perorang Rp. 800.000,- perbulan. Biaya operasional untuk kendaraan angkut sampah menggunakan motor jenis Tossa  setiap bulan membutuhkan biaya BBM sekitar Rp. 600.000,-.

“Selama ini Bumdes Trimurti telah memilah sampah dari warga untuk diambil sampah yang memiliki nilai ekonomi yakni sampah plastik dan kertas, kemudian sampah ini dijual ke pengepul sementara untuk sampah organik serta sampah residu dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Piyungan  kerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Bantul. Setiap bulan Bumdes harus membayar ke DLH sekitar tiga juta rupiah,” jelasnya. Jadi keuntungan secara ekonomis dari unit usaha sampah memang kecil, tetapi secara sosial sangat positif.


                Dari penelitian menunjukan bahwa setiap orang memproduksi sampah seberat 0,6 kg per hari dengan komponen sampah organiknya 50%, selebihnya 20% sampah yang bisa didaur ulang, 30% berupa sampah residu yang belum bisa didaur ulang terutama limbah medis dan popok bayi. Dan ironisnya sampah residu ini malah kebanyakan dari produk perusahaan besar multinasional. Dengan asumsi tiap KK terdiri dari empat orang maka total sampah setiap hari yang terkumpul di Bumdes Trimurti adalah 1.440 kg sampah, berarti ada 720 kg sampah organik, 288 kg sampah daur ulang, dan 432 kg sampah residu.

Padahal sampah organik yang terkumpul seharusnya tidak perlu dibuang ke TPA, karena bisa dimanfaatkan untuk pakan budidaya maggot, maka sangat sayang jika sekitar 720 kilo sampah organik harus dibuang sia-sia. Dalam rangka penjajagan dan mendalami peluang ini maka pengurus, karyawan Bumdes dan perangkat kalurahan Trimurti yang difasilitasi oleh Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa melakukan studi lapang dengan melihat secara langsung ke peternak maggot yang telah sukses. Dua tempat peternakan mereka kunjungi yakni Maggot BSF Sleman dan Omah Maggot Yogya di Piyungan.

 Kunjungan ke Maggot BSF Sleman bertujuan untuk mencermati aspek peluang bisnisnya. Menurut pemilik Maggot BSF Sleman mampu memproduksi 300 kilo maggot seharinya. Untuk bisa memproduksi maggot sebanyak itu harus disediakan pakan sebanyak sekitar 1.500 kg sehari, dan pengelolaannya dibantu dengan karyawan enam orang. “Karena untuk menghasilkan setiap kilo maggot butuh lima kilo pakan yang berupa limbah organik. Disini pakan yang kami gunakan berupa sampah organik pasar  yang saya ambil dari sekitar Sleman,” jelasnya.

“Untuk pemasaran saya sudah punya pelanggan para peternak ikan dan peternak ayam yang datang sendiri mengambil. Harga maggot enam ribu sementara harga pakan pelet pabrik sebelas ribu sekilo sehingga peternak ikan atau ayam bisa berhemat biaya pakan,” katanya. Menurutnya, permintaan maggot sebagai pakan ternak masih sangat terbuka karena permintaan pelanggan belum bisa dipenuhi. Sebuah peluang usaha yang harusnya dilirik oleh Bumdes yang punya unit usaha sampah, karena sampah organik untuk pakan maggot sudah tersedia.

Sementara di Omah Maggot Yogya rombongan Bumdes menimba teknis budidaya maggot dari penetasan telur, pemeliharaan fase baby maggot, larva, pupa, dan fase lalat. Namun tak kalah pentingnya mempelajari konsep integrasi peternakan maggot dengan perikanan, peternakan unggas, dan pertanian. Di Omah Maggot kandang ternak kelinci dan ayam didesain agar kotorannya langsung ditampung dalam tempat yang juga digunakan sebagai kandang maggot, sehingga kotoran hewan langsung jadi pakan maggot dan tidak ribet membersihkan kandang lagi. Maggot segar yang dihasilkan digunakan untuk pakan ayam, maka terjadi siklus pakan yang terintegrasi.

Menurut pemilik Omah Maggot, sebagian produk maggot sudah diolah dengan dikeringkan sebagai pakan ikan hias, harga maggot yang telah dikeringkan mencapai 50 ribu rupiah perkilo. “ Kami juga menjual dalam bentuk telur maggot, baby maggot, dan pupa maggot untuk mereka yang ingin memulai berternak maggot,” tuturnya. Dari ternak maggot, jelasnya lebih lanjut, juga dihasilkan kompos kasgot yang baik untuk pupuk tanaman buah dan tanaman hias. “Jika konsep ini diterapkan di kelompok tani maka ketergantungan akan sarana produksi pertanian dari luar tidak akan dialami oleh petani,” jelasnya.

Bila sampah dipilah dengan baik akan mendatangkan ‘aroma’ rupiah, tetapi sampah akan jadi masalah jika tidak dipilah dan dikelola dengan baik. Persoalan sampah dapat selesai di tingkat Bumdes, menuju Bantul Zero Waste….dan ingat bahwa Indonesia negara darurat sampah.


Selasa, 20 April 2021

Pengolahan Hasil Pertanian Produk Unggulan dengan Inovasi Teknologi

 Pengolahan Hasil Pertanian Produk Unggulan dengan Inovasi Teknologi

                Kabupaten Bantul menjadi salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang masih memiliki lahan pertanian luas, meski di beberapa kapanewon yang berdekatan dengan kota Yogyakarta mulai tergerus untuk pemukiman warga. Sebagian besar warga Bantul  masih menggantungkan hidupnya di bidang pertanian sebagai sumber penghidupan. Beberapa jenis komoditas seperti pisang, jagung, kelapa, mlinjo, dihasilkan oleh sebagian besar wilayah. Namun Bantul belum memiliki ikon produk pertanian yang menjadi ciri khasnya.

                Dulu Bantul memiliki ciri khas produk makanan  yang  identik dengan nama Bantul, yakni geplak. Tetapi kini popularitasnya sudah tergantikan oleh berbagai jenis makanan  lain yang lebih digemari  masyarakat, khususnya kaum milenial. Dalam upaya menemukan produk makanan olahan unggulan berbahan baku lokal maka Dinas PPKBPMD Bantul mengagendakan pelatihan peningkatan kapasitas masyarakat dengan thema ‘Pelatihan Ketrampilan Pengolahan Hasil Pertanian Berbasisi Teknologi Tepat Guna’. Pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal  di Kalurahan Argorejo Kapanewon Sedayu dan Kalurahan Wijirejo Kapanewon Pandak dengan peserta sejumlah 30 orang dari anggota UP2KPKK desa. Karena sifat pelatihan adalah pemberian ketrampilan bagi peserta maka metode pelatihan langsung praktek, narasumber diambilkan dari praktisi pengusaha yang menekuni usaha dibidang pengolahan produk makanan tersebut.

                Untuk Kalurahan Argorejo materi pelatihannya adalah pengolahan produk pertanian pisang dan kelapa menjadi berbagai macam makanan olahan. Selama ini Kalurahan Argorejo memiliki hasil pertanian pisang yang melimpah tetapi penjualannya belum dalam bentuk makanan olahan. Sehingga tidak punya nilai ekonomi tinggi dan terkadang tidak bisa terserap oleh pasar, karena sifat pisang yang  mudah busuk. Maka dalam upaya meningkatkan daya jual dan memaksimalkan daya saing  produk pertanian perlu dilakukan pengolahan yang memiliki daya tarik bagi konsumen.

                Peserta sangat tertarik karena cara pengolahan yang dilakukan oleh narasumber merupakan suatu hal yang baru dan juga inovatif meski peralatan yang digunakan sangat biasa. Peserta dapat meniru dan mereplikasi kegiatan ini secara kelompok.

                Sedang untuk Kalurahan Wijirejo materi pelatihan adalah pengolahan produk pertanian mlinjo menjadi emping mlinjo. Jika selama ini emping mlinjo identik dengan meningkatnya  asam urat bagi orang yang mengkonsumsi maka dalam pelatihan ini peserta dikenalkan cara menetralisir zat purin dalam mlinjo sehingga konsumen nantinya tidak perlu takut lagi mengkonsumsi emping mlinjo. Bahan yang digunakan sebagai ramuan yang dapat menetralisir sat purin dalam mlinjo ternyata mudah didapat dari sekitar kita. Ramuan ini sekaligus juga sebagai variasi rasa dan pewarna alami emping mlinjo sehingga produk menjadi warna warni sebagai daya tarik konsumen.

                Membuat inovasi produk itu sesuatu yang membutuhkan kesungguhan, tetapi bagaimana produk itu bisa dibeli konsumen membutuhkan perjuangan dan kerja serius. Maka materi pelatihan juga dilengkapi tentang Manajemen Pemasaran dan Kiat Merebut Hati Konsumen. Semoga Bantul punya ikon baru produk unggulan…

 

Senin, 19 April 2021

Audensi TPP Bantul

 Audensi TPP Bantul ke Bupati

        Rombongan Tim Pendamping Profesional (TPP) P3MD Bantul yang berjumlah lima orang melakukan kunjungan kehormatan ke  Bupati Bantul terpilih H. Abdul Halim Muslih pada hari Rabu 14 April 2021 jam 10.00 di kantor dinas bupati. Dalam audensi ini bupati ditemani oleh Sekda Bantul Drs. Helmi Jamharis, M.M dan kepala DPPKBPMD Dra. Sri Nuryanti, M.Si dan Kasi Pengembangan Sumberdaya dan Insfrastruktur Desa Wijiyana, SIP. Pertemuan ini bertujuan agar berbagai  kendala dalam akselerasi capaian progres Program Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat Desa memperoleh dukungan kebijakan di tingkat kabupaten. Sebaliknya bagaimana agar TPP P3MD dapat ikut berperan dalam mewujudkan visi-misi bupati dan kegiatan program OPD  di Bantul.

           Dalam kesempatan ini, Tenaga Ahli Perencanaan Partisipatif Slamet, S.Pd melaporkan kemajuan program, dinamika yang terjadi dalam fasilitasi proses di lapangan, dan kendala yang sedang dialami.  Kemajuan pencairan Dana Desa berjalan dengan lancar, termasuk BLT DD yang pencairannya setiap bulan. Juga pemutakhiran IDM telah selesai dan berita acara sudah ditandatangani oleh lurah dan kapanewon, dan hasilnya banyak kalurahan yang statusnya naik dari maju ke mandiri, kalurahan yang berstatus mandiri mencapai 61%. Fasilitasi proses penyusunan RPJMKal masih kurang berjalan seperti ketentuan peraturan yang ada, dari 24 lurah terpilih sebagian besar belum selesai menetapkan RPJMKal.

         Seperti diketahui,  bahwa sesuai dengan Permendesa 21/2020, seluruh proses pendataan SDGs Desa didanai oleh Dana Desa, dan dapat diperluas dengan sumber-sumber pendanaan yang sah. Pendataan ini dilaksanakan oleh desa sendiri melalui Pokja Relawan Pendataan Desa, sehingga Lurah harus menerbitkan Surat Keputusan  Pokja Pendataan Desa. Sementara durasi waktu Pendataan SDGs Desa 2021 sangat singkat, dilaksanakan mulai tanggal 1 Maret 2021 dan harus sudah selesai sampai 31 Maret 2021. Waktu efektif tersisa satu setengan bulan tetapi progres belum menggembirakan.

        “Kendala yang perlu segera mendapat perhatian adalah soal pendanaan untuk melaksanakan Pendataan SDGs Desa, karena ruang lingkup pendataan sangat rigit mulai dari Level Desa, Level Rukun Tetangga, Level Keluarga, dan Level Individu. Dibutuhkan banyak personil pendata, maka jika ingin berjalan dengan baik harus ada dana operasional pendukungnya, sementara kegiatan tersebut di APBDesa belum  teralokasi dananya,” jelas Slamet. Menurutnya,“Kelurahan membutuhkan payung hukum untuk bisa segera melakukan perubahan anggaran dalam APBDes”.

        Kendala serius ini mendapat respons dari bupati, Sekda dan DPPKBPMD diminta untuk segera mengeluarkan Surat Edaran agar desa melakukan refokusing anggaran  memasukkan Pendataan SDGs sebagai kegiatan yang teralokasikan dalam APBKal 2021. Bupati memberi arahan agar pengalokasiannya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing kalurahan, tidak menyeragamkan dan  dalam minggu ini surat tersebut sudah sampai ke kelurahan agar dapat menjadi pedoman lurah.

        Semoga Pendataan SDGs dapat berjalan sesuai batas waktu yang tersedia dengan tetap menjaga keakuratan data dan nantinya dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan strategis kelurahan  dalam penggunaan sumberdaya yang dimiliki.

Sabtu, 17 April 2021

Budidaya Maggot

             Menuju Bantul Zero Waste Dengan Budidaya Maggot 

                Setiap orang menghasilkan sampah, tetapi setiap orang tidak mau ketempatan sampah. Jangankan ketempatan sampah, untuk memilah sampahnya sendiri saja semua orang juga tidak mau. Dari sinilah masalah sampah muncul. Sampah akan menjadi masalah ketika tidak dipilah tetapi sampah akan menjadi berkah ketika kita mampu memilahnya. Konsep inilah yang menjadi tema pelatihan bagi dua puluh empat Bumdes yang memiliki unit usaha sampah di Kabupaten Bantul. Agar konsep pengolahan sampah dengan dasar pemilahan sampah ini bisa dipraktekkan secara masif nantinya maka perlu disosialisasikan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat.

Maka dalam pelatihan yang dilaksanakan secara marathon oleh DPPKBPMD mulai tanggal 16 sampai dengan 31 maret 2021 diikuti dari unsur kapanewon dari seluruh kapanewon se Bantul, unsur pemerintah desa dan Bamuskal serta unsur pengurus Bumdes dari 24 kalurahan di Bantul, dan unsur pendamping desa dari 17 kapanewon di Bantul. Diharapkan mereka bisa berkolaborasi dan menjadi garda terdepan sehingga terjadi akselerasi dalam mewujudkan Bantul Bersih Sampah atau Bantul Zero Waste. Narasumber pelatihan ini diambilkan dari praktisi yang sudah lama berkecimpung dalam persampahan dan dari pendamping P3MD Bantul. Bapak Ir. Boy Candra MT pemilik pabrik pralon yang berbahan baku limbah plastik, Bapak Profesor Gunawan Sumodiningrat founder dari Guwosari Training Center lembaga yang bergerak dalam daur ulang sampah untuk dijadikan produk baru yang memiliki nilai ekonomi, Bapak Dwi Suwantoro ST, MT seorang ahli pemanfaatan sampah plastik untuk dijadikan panel bahan bangunan, Bapak Agus Haetami seorang pencipta berbagai mesin pengolah sampah, dan Agung Triatmo penggiat teknologi tepat guna pertanian ramah lingkungan.

 Aktifitas manusia semakin beragam setiap harinya, dan semakin banyak barang dan produk yang dibeli sehingga sampah yang dihasilkan sudah melebihi kemampuan alam untuk mengurainya. Ditambah  dengan perilaku membuang sampah sembarangan akibatnya dibeberapa kota Tempat Pembuangan Akhir sudah tidak bisa menampung timbunan sampah, sungai dan lautan menjadi tercemar. Kekayaan plasma nutfah atau keragaman hayati lautan akan musnah dalam lima puluh tahun kedepan kalau kondisi seperti ini dibiarkan.

Dari penelitian menunjukkan bahwa setiap orang dalam seharinya memproduksi 0,7 kg sampah dengan komposisi 60% sampah organik, 20% sampah daur ulang, 20% sampah residu. Sampah organik yang merupakan bagian terbesar dari sampah rumah tangga ternyata yang sudah  didaur ulang diolah menjadi kompos baru mencapai 15%, sisanya terbuang di TPA dan akhirnya membusuk dan menjadi sumber polusi udara dan pencemaran lingkungan. Sampai hari ini sampah residu belum banyak tertangani baik secara reuse (menggunakan kembali) maupun recycle (mendaur ulang) terlebih untuk jenis sampah medis. Yang sudah tertangani dengan baik adalah jenis sampah daur ulang, misal plastik, kertas, besi, kaca karena laku dijual ke pengepul sampah.

Dalam pelatihan yang dilaksanakan di Guwosari Training Center (GSTC) Kalurahan Guwosari Pajangan ini peserta pelatihan diberi materi tentang bagaimana sampah itu digunakan kembali dan bagaimana sampah itu didaur ulang menjadi produk baru yang fungsional dan memiliki nilai ekonomi. Peserta diajari untuk mengenal lebih teliti berbagai jenis sampah plastik limbah rumah tangga dan bagaimana sampah plastik tersebut didaur ulang menjadi pralon dan bahan lain yang dibutuhkan manusia. Juga bagaimana sampah kain bekas digunakan kembali menjadi pot semen tanaman yang harganya lebih murah dengan pot plastik dalam ukuran sama.

Problem di Bumdes saat ini khususnya yang memiliki unit usaha sampah adalah belum dimanfaatkannya sampah organik rumah tangga yang terkumpul dari pelanggan mereka. Bumdes masih sebatas mengambil sampah plastik dan kertas dari sampah pelanggan dan mereka jual ke pihak ketiga. Padahal jumlah sampah organik ini jumlahnya banyak, sehari bisa ratusan kilo. Maka bagaimana memanfaatkan sampah organik ini supaya tidak hanya dibuang ke TPA, menjadi materi pelatihan yang penting agar sampah dari masyarakat bisa tuntas terselesaikan oleh Bumdes.

Sampah organik sebenarnya dapat terurai oleh mikroorganisme yang ada di alam tetapi proses ini membutuhkan waktu lama. Kemampuan mikroorganisme dalam menguraikan sampah kalah cepat dengan jumlah sampah yang diproduksi manusia. Padahal ada organisme yang mampu menguraikan sampah dengan cepat dan mudah dilakukan, yaitu maggot. Maggot adalah fase larva dari lalat tentara hitam (black soldier fly), lalat yang berkembang biak dengan cepat, dalam satu siklus hidupnya selama 50 hari mampu berkembang biak seratus kali. Pada fase maggot mampu mengkonsumsi sampah organik seberat dua kali berat tubuhnya, sifat inilah yang menjadikan maggot sebagai ‘mesin’ pengurai sampah organik yang paling efektif sekaligus efisien.

Manfaat yang didapat tidak hanya sebagai pengurai sampah organik tetapi juga maggot ini bisa dimanfaatkan sebagai pakan unggas dan ikan karena tubuhnya mengandung protein tinggi dan juga kalori. Penggunaan maggot sebagai pakan ikan dapat menekan komponen biaya pakan ikan sampai 23%. Dari budidaya maggot juga menghasilkan pupuk kompos berkualitas dari kotoran maggot. Jadi, satu sisi masalah sampahnya bisa terselesaikan  dan akan didapat manfaat lain yang sangat menguntungkan.

Bagaimana analisa usaha budidaya maggot? Untuk bisa menghasilkan satu kilogram maggot dari fase telur sampai maggot dewasa dibutuhkan lima kilogram limbah organik. Jadi kalau Bumdes punya pelanggan 400 KK dengan satu KK anggotanya 4 orang maka dalam satu hari sampah organik yang terkumpul adalah 0,6 x 0,7 x 4 x 400 kg sekitar 672 kg sampah organik. Maka dalam sehari mampu dihasilkan maggot seberat 672 kg dibagi lima yakni sekitar 134 kilogram maggot. Harga satu kilo maggot di pasaran Rp. 6.000,- sehingga Bumdes akan memperoleh pendapatan sebesar 134 kali Rp. 6.000,- yakni Rp.804.000,- dengan dikurangi biaya penyusutan kandang dan alat serta upah tenagakerja masih feasible untuk serius digeluti. Potensinya sangat besar,  jumlah KK di satu desa bisa mencapai 2.000 KK lebih, apabila unit usaha sampah digeluti secara serius oleh Bumdes hasilnya sangat menjanjikan.

Jika budidaya maggot dengan menggunakan pakan sampah organik limbah rumah tangga bisa dilakukan secara massif di setiap Bumdes, masalah sampah terselesaikan di tingkat Bumdes dan mimpi Bantul Zero Waste -seperti misinya bupati-  bisa terwujud tidak lebih dalam tiga tahun.

Global thinking, local acting. Dari Bantul untuk Indonesia. Semoga…(AT)

                                                                                                                           

Jumat, 16 April 2021

Ekspose Pemutakhiran IDM Tahun 2021 dan Launching Pendataan SDGs

DESA MANDIRI HARUS SEMBODO

Indeks Desa Membangun (IDM) merupakan indeks komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu: Indeks Katahanan Sosial (IKS), Indeks Ketahanan Ekonomi (IKM), Indeks Ketahanan Lingkungan (IKL). Indikator yang dikembangkan dalam IDM berdasar pada konsep bahwa untuk menuju desa maju mandiri kekuatan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan menjadi kekuatan yang saling mengisi dan bersinergi mempercepat pencapaian tujuan pembangunan. Indeks Desa Membangun merupakan prakarsa pemerintah dalam upaya mengukur, memotret perkembangan kemajuan dan kemandirian desa sebagai bahan menyusun rekomendasi kebijakan yang diperlukan. IDM bertujuan menetapkan status kemajuan dan kemandirian desa, menyediakan data bagi penyusunan kebijakan pembangunan desa, menyediakan data sebagai dasar perhitungan alokasi kinerja Dana Desa oleh Kementerian Keuangan. Klasifikasi status kemajuan desa dibagi menjadi lima, yakni: 

1. Desa Sangat Tertinggal
2. Desa Tertinggal
3. Desa Berkembang
4. Desa Maju
5. Desa Mandiri

Untuk pelaksanaan pemutakhiran IDM di Bantul tahun 2021 dilaksanakan pada awal bulan Maret sampai dengan awal April. Dan selama empat tahun terakhir keterlibatan pendamping dalam proses pemutakhiran IDM perannya sangat sentral bahkan sebagai pelaku utama.

Perkembangan hasil pemutakhiran IDM selama tiga tahun ini menunjukkan peningkatan status desa yang sangat signifikan. Pada tahun ini jumlah kalurahan yang masuk klasifikasi  Mandiri mencapai 61% dari 75 kalurahan se Kabupaten Bantul. Empat kalurahan di Kapanewon Sanden Tahun 2020 masuk klasifikasi Maju tetapi pada tahun 2021 keempatnya menjadi Mandiri. Tiga Kalurahan di Pajangan semuanya masih klasifikasi desa Maju. Kapanewon Sanden, Bambanglipuro, Jetis, Kasihan, Sedayu seluruh Kalurahannya masuk klasifikasi Mandiri.

Ekspos dan penandatanganan berita acara Penetapan Status Desa pemutakhiran IDM 2021 dilaksanakan pada Kamis tanggal 15 April 2021 sore di rumah dinas Bupati Bantul dengan mengundang OPD terkait, 17 Kapanewon dan 19 kalurahan yang statusnya naik dari Maju ke Mandiri. Ekspose disampaikan oleh Slamet S.Pd dan penandatangan oleh Koordinator TPP Bantul Wratsongko Sri Kawuryan ST, Kepala DPPKBPMD Bantul Dra. Sri Nuryanti. M.Si, Kepala Bappeda Bantul Ir. Isa Budi Hartono. MT. Dalam acara ini sekaligus dilaunching secara resmi Pendataan SDGs. 

Sebelum penandatanganan diawali sambutan Bupati Bantul H. Abdul Halim Muslih. Dalam sambutannya ditegaskan bahwa:”Bagi kalurahan yang masuk klasifikasi Mandiri agar lebih Sembodo dengan melakukan peningkatan kinerja serta inovasi baru, melakukan terobosan sehingga tidak hanya bersifat rutinitas”. 

“Dalam rangka mendukung pelaksanaan pendataan SDGs kelurahan perlu melakukan refokusing anggaran. Lurah agar lebih memfokuskan anggaran untuk 2-3 sasaran prioritas pembangunan”, ujar bupati. 


Selasa, 08 Desember 2020

SELOPARK : RINTISAN MENGGAPAI MIMPI

Ijtihad Mengentaskan Kemiskinan Melalui Wisata Desa

Kabupaten Bantul memiliki 75 kalurahan yang berada di 17 kapanewon, salah satunya adalah Kalurahan Selopamioro. Selopamioro, adalah sebuah kalurahan dibawah kapanewon Imogiri yang sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan dan berada di perbatasan Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Gunungkidul. Sampai akhir semester 1 tahun 2020, kalurahan ini memiliki penduduk sebanyak 16376 jiwa dengan 4788 KK dan jumlah kemiskinan sebanyak 5491 jiwa. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani, buruh tani dan wiraswasta. Sepertiga jumlah penduduk masih berada dalam derajat kemiskinan. Karena faktor jumlah penduduk yang besar, angka kemiskinan tinggi, luas wilayah dan kesulitan geografisnya tinggi maka kalurahan ini beberapa tahun terakhir selalu memperoleh Dana Desa terbanyak di Kabupaten Bantul. Pada tahun 2020 ini dana desa yang diperoleh sebesar Rp. 2.499.562.000,. Dana desa ini diharapkan dapat merubah derajat kesejahteraan warga desa melalui program yang berkesinambungan. Tentu program yang harus dikembangkan juga dengan menafaatkan sumber daya lokal, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya.

Pendamping P3MD Kabupaten Bantul telah mendorong Pemerintahan kalurahan untuk lebih kreatif dan inovatif melaksanakan berbagai program pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan ini. Hal itu telah didengungkan saat Program Inovasi Desa yang dilaksanakan sejak tahun 2017. Salah satunya dengan pemanfaatan potensi alam pegunungan yang dilalui bentangan sunyai Oya ini. Sebuah pilihan mimpi yang sangat luhur untuk memberikan kesejahteraan warga melalui wisata. Langkah ini dimulai saat pemerintah kalurahan memperoleh hibah dari Kementerian Desa PDTT sebesar Rp. 1,7 milyar untuk membangun kawasan wisata yang saat ini dikenal dengan Selopamioro Adventure Park (SELOPARK) yang berada di wilayah padukuhan Jetis Selopamioro yang berbatasan dengan padukuhan Kedungmiri Sriharjo. Pada saat membangun kawasan ini, hal pertama yang dilakukan adalah sosialisasi untuk meyakinkan warga masyarakat bahwa wisata bisa menjadi motor penggerak pembangunan yang cepat. Tahun pertama belum sepenuhnya warga membersamai kami, mereka tidak mau bersama sama membangun wisata, bahkan memberikan kesan yang buruk saat menerima tamu yang datang.

Para pemuda perintis dan pe-ngelola wisata Selopark tidak menyerah, bersama pemuda setempat mereka terus menso-sialisasikan wisata mampu merubah kesejahteraan warga. Selain respon warga yang rendah, ketika itu ada masalah dengan pemilik lahan dimana para pemuda perintis ini sempat diusir dari lahan yang dipakai untuk lokasi wisata karena dirasa ada pembagian yang kurang adil akan hasil sewa. Namun kembali, kami berdamai dengan siapapun, sampai pada akhirnya bersama pemerintah kalurahan, para pemuda ini memperjuangkan Perdes tentang BUMDes yang menangani wisata Selopamioro Adventure Park. BUMDesa ini diberi nama Mekar Jaya Selopamioro. Wahana wisata yang dikembangkan adalah Wahana Perahu karet dan Kanoe, Wahana Camping Ground dan Outbond, Wahana Climbing (Via Ferrata) dan Kafetaria. Panorama alam Selopark memang sangat indah, bentangan kali yang bersih dipadu dengan alam pegunungan dan persawahan terasering serta jembatan gantung akan membuat wisatawan kian fresh sepulang dari sana. Selain mengelola destinasi wisata desa ini BUMDesa Mekar Jaya juga mengelola persewaan tenda dan alat-alat pesta dan catering.

Dan hasilnya semua senang, dan sangat warga kooperatif dengan pengelola dan Pemerintah Desa. Data jumlah pengunjung periode tahun 2018 sampai pertengahan tahun 2019 berjumlah 21.605 pengunjung dengan memberikan masukaan sebesar Rp. 168.702.500,-. Dari sinilah ketertarikan warga masyarakat yang semula menolak, saat ini telah beraktivitas jualan di kawasan ini. Karena antusiasnya masyarakat dan pendapatan ini pemerintah kalurahan bersama pengelola kian giat mengembangkan program dengan memberikan alokasi dana desa yang kian besar. Dari sinilah kelihatan nyata bahwa pengembangan wisata desa bisa membuka lapangan pekerjaan dan memberikan pendapatan yang layak bagi warganya. Berbagai pengembangan sarana prasarana disuport oleh desa agar wisatawan kian nyaman berwisata sepanjang waktu. Suport dana desa tahun 2020 yang mencapai 100 juta telah dimanfaatkan untuk membangun sarana prasarana yang diperlukan. Cafetaria dan home-stay pun mulai dirintis dan nyatanya sudah banyak wisatawan yang memanfaatkannya.

Di tahun yang ketiga ini, Selopark sudah ditangani BUMDes) dengan memfokuskan bagaimana menambah fasilitas dan daya tampung agar lebih banyak pengunjung yang berdatangan. Tak lupa kita juga mengundang penggiat medsos dan wartawan online untuk meliput kegiatan kami. Hal mendasar yang menjadi tantangan bagi BUMDesa dan Kelompok Sadar Wisata Selopamioro adalah bagaimana merubah mindset warga yang berdagang dan bertani untuk mengembangkan skill mereka ke bidang pariwisata. Oleh karena itu berbagai paket pelatihan pengelolaan wisata bagi warga masyarakat terus giat dilakukan oleh pemerintah kalurahan bekerjasama berbagai pihak/lembaga. Salah satunya dengan dinas pariwisata kabupaten bantul.

Dalam perkembangan terakhir, Selopark telah memberi kemanfaatan yang luar biasa dimana berbagai wahana telah mampu memberikan pekerjaan dan pendapatan bagi warganya. Wahana Perahu karet dan kanoe telah mampu memperkerjakan 30 pemandu dan 5 orang tukang parkir. Wahana climbing (Via Ferrata) telah mampu memperkerjakan 5 warga sebagai koki dan pelayan, 2 orang tukang parkir dan 5 pemandu. Sedangkan Kafetaria telah didukung dengan 15 kios milik warga dengan menyediakan berbagai kuliner dan produk cinderamata seperti kerajinan Batik Selokaton sebanyak 12 pembatik, sneck Desa Prima Selo Maju sebanyak 30 orang. Inilah upaya yang akan terus dilakukan Pemerintah Kalurahan Selopamioro untuk mengentaskan kemiskinan.

Pengembangan wisata desa ini bukan tidak ada hambatan, namun para pengelola justru kian tertantang untuk mengatasi masalah dan hambatan yang dialaminya. Satu tekatnya adalah masyarakat harus sejahtera. Hambatan dan masalah yang dihadapi saat ini adalah sumber daya masnusia yang terbatas kemampuannya, akses menuju lokasi yang sempit sehingga bus besar tidak bisa masuk, sangat bergantung dengan alam sehingga jika ada hujan sering off beroperasi dan tidak adanya parkir yang luas untuk hari hari libur yang banyak menerima pengunjung. Persoalan ini sudah dikomunikasikan dengan pemerintah kalurahan dan berbagai pihak dan ada komitmen dari pemerintah kalurahan untuk mensuport agar Selopark bisa mengoptimalkan kesejahteraan warganya. Di masa pandemi COVID-19, pengelola sempat memutuskan untuk menutup tempat wisata ini untuk beberapa bulan, dan baru buka kembali setelah pemerintah Kabupaten Bantul mengijinkan untuk buka kembali. Dengan protokol kesehatan yang ketat, pengelola pun memberikan layanan kepada wisatawan. Majulah wisata desa, sejahteralah warganya.

 

(Ditulis oleh Slamet, S.Pd., SH. – TAPP P3MD Kabupaten Bantul)

Senin, 07 Desember 2020

PANGGUNG TANGGAP COVID-19, SEBUAH PRAKTIK BAIK DESA PANGGUNGHARJO


Desa adalah ibu bumi, tempat kembali dan berbagi. Itulah sepenggal kalimat mantra yang menjadi prinsip Wahyudi Anggoro Hadi, Lurah Panggung harjo yang dalam kesehariannya tidak mau lepas dari kacamata bulat dan peci hitam yang warnanya telah memudar. Di masa pandemi, banyak gagasan yang muncul dari pemikirannya dan telah diimplementasikan bersama masyarakat Desa Panggungharjo yang kemudian diberi nama Panggung Tanggap COVID-19 (PTC-19). Awalnya dulu, Kang Wahyudi demikian disapa, melakukan pendataan warga terdampak pandemi untuk mengetahui kondisi masyarakat dan untuk menentukan langkah penanganannya. Sejumlah 6.827 warga telah melaporkan diri ke pusat pendataan PTC-19. Hasilnya, 4.650 warga desa menyatakan sehat, 700 orang sehat bergejala non indikatif, 52 orang pelaku perjalanan, 3 orang punya riwayat perjalanan dan atau memiliki riwayat kontak dengan positif Covid-19 dan ada 17 orang punya riwayat perjalanan dan atau memiliki riwayat kontak dengan positif Covid-19 disertai dengan gejala indikatif non indikatif. Dan, 35 orang punya riwayat perjalanan dan atau memiliki riwayat kontak dengan positif Covid-19 disertai dengan gejala indikatif nonindikatif dan disertai dengan penyakit penyerta.

Sebagai tindak lanjut, Badan Pelayanan Jaminan Pengaman Sosial  (salah satu LKD Desa Panggungharjo) dibantu surveilans Puskesmas Sewon II melakukan asistensi dan monitoring harian dengan melakukan kunjungan langsung ke warga desa berstatus Orang Dalam Pengawsan (ODP), yang beberapa di antaranya adalah pemudik yang baru saja pulang dari ibu kota. Kunjungan langsung ini dilakukan setelah yang bersangkutan merasakan gejala baik indikatif maupun non indikatif. Surveilans juga memberikan beberapa obat untuk mengatasi gejala yang dikeluhkan. Monitoring dan asistensi langsung ini dilakukan untuk menghilangkan stigmatisasi dan memberikan dukungan secara psikologis supaya bersedia untuk melakukan karantina mandiri serta agar yang bersangkutan berkenan melakukan monitoring kesehatan harian melalui https:// panggungharjo.desa.id/Covid secara rutin, agar pemerintah desa dan lembaga terkait bisa melakukan asistensi harian.

Lebih jauh Kang Wahyudi menjelaskan bahwa dalam mengelola dan menghadapi tantangan wabah ini tentu langkah strategis yang harus dilakukan adalah membangun sistem. Keteladanan menjadi dasarnya. Dan sistem tidak sebatas aturan, ada atmosfer kerja yang harus dibangun. Dalam ruang itulah PTC-19 dilakukan dengan manajemen dan logical framework sebagai dasar kerja menghadapi situasi sekarang. Sistem lapor dan dukung menjadi dua langkah sinergis yang perlu dilakukan untuk menangani dampak klinis maupun nonklinis (sosial, ekonomi, keamanan). Sebab inilah saatnya bagi kita semua bersama-sama bergotong royong menyelamatkan warga desa. Kemanusiaan kita diuji, dan pemimpin dituntut untuk mengambil komando utama. Dengan Holopis Kuntul Baris, Panggungharjo telah melahirkan Modul Panggung Tanggap COVID-19, Praktik Baik Desa Panggungharjo. Modul inilah yang menjadi panduan bagi seluruh aktivis desa menangani pandemi, dan sebagai penggagas dan Lurah Desa Kang Wahyudi selalu tampil di garda terdepan dan siap dengan segala resikonya yang dia sebut sebagai bukti keihlasan dan kepasrahan.

Di dalam modul PTC-19 ini diuraikan langkah mitigasi klinis dan nonklinis harus disusun untuk memandu seluruh stakeholder desa bersama-sama melawan Corona secara sistematis. Ini sebagai penuntut bahwa desa akhirnya harus menerima kondisi ini dengan cara terus bergerak. Sebagai lini terakhir yang mewakili negara, pemerintah desa sudah selayaknya tanggap dan sigap memberi perlindungan seluruh warga desa, tanpa terkecuali. Tetapi semua yang demikian membutuhkan strategi dan model pengawasan yang ketat dan terukur. Sebab kita tak tahu dari mana virus menular dan membunuh pelan-pelan sehingga yang diperlukan kemudian adalah ketanggapan menghadapi wabah. Rangkaian kegiatan tanggap darurat ini diberi nama Panggung Tanggap Covid-19 (PTC-19). Prinsip awal yang dikembangkan, semuanya adalah masa “pengujian” seberapa berhasil dilakukan dan seberapa besar bisa dikurangi tingkat persebaran, dan memitigasi dampaknya. Fokus pada dampak klinis tentu saja harus diarahkan ke sana, tetapi memikirkan dan mengatasi dampak sosial ekonomi tidak boleh kita lupakan. Warga harus hidup, dan desa harus menopangnya serta bekerja bersama-sama warga.

Pada satu sisi, Kang Lurah ini menjelaskan bahwa Komunikasi Risiko dan Pemberdayaan Masyarakat (KRPM) merupakan komponen penting dalam penanggulangan tanggap darurat kesehatan masyarakat, baik secara lokal, nasional, maupun internasional. KRPM dapat membantu mencegah infodemic (penyebaran informasi yang salah/hoaks), membangun kepercayaan publik terhadap kesiapsiagaan dan respon pemerintah, sehingga masyarakat dapat menerima informasi dengan baik dan mengikuti anjuran pemerintah. Dengan demikian, hal-hal tersebut dapat meminimalkan kesalahpahaman dan mengelola isu atau hoaks terhadap kondisi maupun risiko kesehatan yang sedang terjadi. KRPM menggunakan strategi melibatkan masyarakat dalam kesiapsiagaan dan respon serta mengembangkan intervensi yang dapat diterima dan efektif untuk menghentikan penyebaran wabah yang semakin meluas serta dapat melindungi individu dan komunitas. Di sisi lain, upaya ini juga sangat penting untuk pengawasan, pelaporan kasus, pelacakan kontak, perawatan orang sakit dan perawatan klinis, serta pengumpulan dukungan masyarakat lokal untuk kebutuhan logistik dan operasional.

Data dan informasi akan menjadi panduan penting dalam penanganan wabah ini. Peran data menjadi sangat krusial baik dalam pencegahan, penanganan, maupun penanggulangan dengan mengisi formulir yang disampaikan lewat Whatsapp Bussiness. Lurah harus menjadi pemegang komando atas semua informasi dan kendali (perintah) dalam WA Group. Data dibutuhkan untuk melihat seberapa besar potensi sebaran Covid-19 di desa berdasarkan aktifitas warga dalam 14 hari terakhir dan beberapa minggu kemudian. Data juga dibutuhkan untuk identifikasi awal atas potensi dampak yang mungkin akan dialami oleh warga desa baik dampak klinis berupa terjangkitnya warga maupun nonklinis berupa potensi hilangnya pendapatan warga selama masa krisis ini. Di samping itu juga mendorong aktif warga untuk mengisi formulir tersebut, lurah desa berperan mengedukasi warga desa agar menaati perintah dari pemerintah untuk sementara waktu membatasi kegiatan yang melibatkan orang banyak kecuali untuk alasan yang penting dan mendesak. Pemerintah desa akan mengupayakan langkah-langkah terbaik untuk menjamin keselamatan dan keberlangsungan hidup warganya dan itu sangat tergantung dari kualitas data yang dihimpun dari formulir yang sudah disebarkan. Selain itu, data ini juga dibutuhkan untuk identifikasi modal sosial yang dimiliki oleh warga desa untuk mendorong tumbuhnya kembali budaya gotong royong guna bersama-sama mengatasi krisis ini. Karenanya Kang Lurah ini tidak jemu menekankan data ini sangat penting dan selalu mengintakan jangan lupa isi datamu, untuk keberlangsungan hidupmu, keluargamu, dan masa depanmu. Dan semua masyarakat pun terlibat menyuplai data yang akurat sehingga desa berdaulat.


Pemerintah desa memastikan semua dukuh dan ketua RT harus masuk dalam WA group yang khusus hanya untuk menginformasikan kondisi desa dan bukan yang lain. Termasuk tidak menyebarkan berita informasi baik foto tulisan maupun video yang tidak terkait dengan Desa Panggungharjo. Tiap pedukuhan juga didorong membut WAG sendiri dan lurah desa masuk di dalamnya untuk memegang kendali terhadap perkembangan-perkembangan yang terjadi di tiap dukuh. Maka WAG PTC-19 adalah didedikasikan untuk mengakomodasi segala keluh kesah warga desa, harapan, atau kerisauan. Apapun yang butuhkan, masalah apa yang dihadapi oleh warga bisa difasilitasi desa.

Semangat dan tulodho yang ditunjukkan Kang Wahyudi ini ternyata telah mampu menggugah semangat warga desa. Tim data dan informasi ini telah disuport oleh ahli-ahli IT, pengelola data dan pengolah informasi untuk memberikan informasi kepada pemerintah desa, warga desa melalui sistem informasi desa atau web desa bersifat kerelawanan. Tim data dan informasi day to day memantau jumlah laporan, dan melakukan analisis terhadap data yang ada untuk bisa segera diambil tindakan riil, baik terkait aspek klinis maupun nonklinis. Ada 3 aplikasi dibangun PTC-19 yaitu: 1) http://bit.ly/panggungtanggapCovid-19; 2) http://bit.ly/LaporpanggungtanggapCovid-19; dan 3)  http://bit.ly/dukungpanggungtanggapCovid-19. Mitigasi bidang dampak ekonomi pun tak luput dari perhatian Lurah yang telah melahirkan Kampung Mataraman yang telah mampu menghasilkan pendapatan asli desa berlipat ini. Suatu keluarga yang berdomisili di wilayah Desa Panggungharjo dapat mengajukan diri untuk memperoleh fasilitasi pengurangan dampak ekonomi melalui http://s.id/mitigasiekonomi atau http://bit.ly/PTC19nonklinis.

Kepedulian dan public trust warga desa kepada Lurah dan pemerintah desa menjadi kata kunci. Menggabungkan sistem IT untuk mempermudah pemantauan dan pendataan menjadi hal penting. Tetapi tidak kalah penting adalah bagaimana proses mengorkestrasi sistem tanggap darurat ini menjadi gerakan yang padu, yang memungkinkan seluruh komponen desa terlibat di dalamnya sehingga yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang kuat, yaitu kepemimpinan yang asertif, yang dapat menggelorakan solidaritas sosial, dan dipercaya oleh warganya. Hal ini hanya dapat diperoleh jika pemerintah desa ber sikap terbuka-termasuk perihal kondisi masyarakat yang terpapar dan jumlah korbannya. Lurah desa mengambil kendali penuh terhadap sistem pengendalian dan operasi di desa. Keterbukaan dan informasi menjadi prasyarat penting untuk membangun kepercayaan dan keterlibatan warga. Sikap saling percaya diperlukan untuk mengatasi bencana Covid-19.

Saling percaya diperlukan baik antar masyarakat maupun dengan pemerintah desa. Masyarakat harus percaya dengan skema kebijakan penanggulangan bencana Covid-19 pemerintah desa, dengan tetap berpikir kritis. Percaya ketika diminta untuk tetap di rumah, bekerja di rumah, meniadakan kegiatan ramai, tidak berkerumun, dan sebagainya untuk mencegah penyebaran virus secara masif. Tanpa kepercayaan publik, upaya pemerintah mengatasi bencana Covid-19 akan sia-sia. Begitu juga sebaliknya, pemerintah mesti percaya bahwa masyarakat juga tidak tinggal diam. Masyarakat ikut membantu, baik sekadar mengikuti anjuran pemerintah, maupun membantu mengatasi kekurangan perlengkapan dan kebutuhan yang belum mampu dicukupi pemerintah. Misalnya kebutuhan tenaga medis, masker, hand sanitizer, bahan makanan, dan lainnya. Pemerintah seharusnya menjaga kepercayaan ini dengan mengoptimalkan upaya penanggulangan bencana corona. Mengutamakan kepentingan publik dibanding kepentingan segelintir elite. Kepercayaan akan menumbuhkan solidaritas, baik individu maupun kolektif. Solidaritas merupakan energi sosial untuk menghadapi bencana Covid-19. Solidaritas antarwarga dapat membangun kekuatan di tingkat masyarakat. Solidaritas politik untuk membangun kekuatan politik dan kebijakan di tingkat negara. Dalam kondisi bencana, hilangkan sekat penguasa dan oposisi karena solidaritas lebih penting. Untuk menjaga kepercayaan tersebut, keterbukaan informasi menjadi kunci penting untuk membangun keterlibatan warga dan komunitas desa untuk bersama-sama tanggap bencana. Hal itulah yang harus dikembangkan di desa. Keterbukaan terkait jumlah warga yang terindikasi positif, maupun masih dalam pemantauan menjadi penting. Siapa, di mana orang mengalami gelaja juga menjadi penting untuk diinformasikan ke publik desa. Tujuannya tentu saja agar kesiapsiagaan, kewaspadaan warga terus meningkat dan terjaga. Pemerintah bersikap transparan mengenai informasi wilayah dan tempat mana saja yang terdampak atau terpapar. Penting agar publik mengetahui agar dapat segera diambil serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (mitigasi). Keterbukaan informasi bukan hanya terkait dalam proses mitigasi klinis dan nonklinis tetapi termasuk di dalamnya adalah untuk mengidentifikasi keperluan-keperluan penanganan dampak klinis mapun nonklinis di desa. Gerakan dukung juga mendorong waga untuk berpartisipasi dalam bentuk apapun, tenaga, sumbangan barang, sumbangan uang, dan lainnya tapi di sini transparasi atau keterbukaan menjadi penting. Desa Panggungharjo melakukan itu semua untuk membangun gerakan bersama melawan Covid-19. Sebab tanpa itu, mengandalkan pemerintah Desa saja tidak akan cukup. Butuh bergerak bersama, bergandengan tangan bersama.

Atas gagasan, dedikasi dan kepemimpinannya dalam penanganan COVID-19 ini, Kang Lurah Wahyudi Anggoro Hadi, S.Farm.Apt ini pada tanggal 25 November 2020 telah menerima penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam forum Top-21 Inovasi Pelayanan Publik Penanganan COVID-19 dari kelompok masyarakat sipil. Baginya penghargaan ini bukan untuk dirinya tetapi untuk warga desa Panggungharjo yang dengan semangat Holobis Kuntul Baris telah bergerak bersama untuk tetap eksis di masa pandemi ini.


Apresiasi ini adalah wujud penghormatan negara atas keberdayaan sosial dari warga desa Panggungharjo. Keberdayaan yang lahir dari kesadaran bahwa hanya dengan saling menopang, saling menyediakan bahu kita dapat menyelesaikan persoalan bersama. pandemi ini mengajarkan kepada kita semua, untuk kembali memungut nilai-nilai yang dulu pernah kita lupakan dan tinggalkan. Kekeluargaan, kerjasama dan musyawarah adalah nilai hidup yang saat ini harus kita rawat kembali, untuk menjadikan desa kita sebagai tempat yang layak, patut dan bermartabat bagi semua warga bangsa. Dia pun tak pernah berhenti mengucapkan syukur matur nuwun Gusti, matur nuwun warga desa, matur nuwun para relawan, matur nuwun untuk setiap jiwa yang telah merelakan waktu, tenaga dan fikiran serta untuk semua doa doa yang senantiasa dilangitkan. Penghargaan ini adalah untuk semua warga desa, diri ini hanyalah seonggok daging yang hadir untuk sekedar menjadi wakil, doa-doa warga desa yang senantiasa dilangitkanlah yang pada akhirnya menjadikan diri ini menjadi bernyawa dan bermakna. Salam sehat selalu kang wahyudi….

(Ditulis dan disarikan oleh Slamet, S.Pd., SH., TA-PP P3MD Kabupaten Bantul dari wawancara kecil dengan Wahyudi Anggoro Hadi, Lurah Panggungharjo dan dari Modul Panggung Tanggap COVID-19)


PKTD Untuk Kegiatan Kebun Buah Desa

                   Sesuai dengan kebijakan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam penggunaan Dana Desa tahun ...