Aktifitas
manusia modern semakin variatif, semakin banyak ragam barang dan produk yang
dikonsumsi sehingga semakin besar pula sampah yang dihasilkan. Individu masyarakat
kota lebih banyak menghasilkan sampah daripada individu masyarakat pedesaan. Dari
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata setiap orang dalam seharinya memproduksi
0,6 kg sampah dengan komposisi 60% sampah organik, 20% sampah daur ulang, 20%
sampah residu.
Sampah organik yang
merupakan bagian terbesar dari sampah rumah tangga ternyata yang
sudah didaur ulang diolah menjadi kompos baru mencapai 15%, sisanya
terbuang di TPA dan akhirnya membusuk dan menjadi sumber polusi udara dan
pencemaran lingkungan. Sampah residu yang ironisnya berasal dari barang
konsumtif produksi pabrikan belum banyak
tertangani baik secara reuse (penggunaan kembali) maupun recycle (didaur
ulang) terlebih untuk jenis sampah medis. Yang sudah tertangani lumayan baik
adalah jenis sampah daur ulang, misal plastik, kertas, besi, kaca karena punya
nilai ekonomi.
Meskipun
sudah ada Perda Kabupaten Bantul tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, sepertinya belum efektif menumbuhkan rasa
tanggungjawab dan mengubah perilaku warga akan sampah yang dihasilkan.
Setiap orang
menghasilkan sampah, tetapi setiap orang tidak mau ketempatan sampah. Jangankan
ketempatan sampah, untuk memilah sampahnya sendiri saja kebanyakkan orang juga
belum peduli. Bahkan sebagian masyarakat
masih juga membuang sampah secara sembarangan, asal ada lahan kosong merekapun
menaruh sampah disitu. Tidak ada aliran
sungai yang tidak dijadikan tempat pembuangan sampah. Sungai dan lautan menjadi
tercemar, diprediksi kekayaan plasma nutfah atau keragaman hayati lautan kita
akan musnah dalam lima puluh tahun kedepan kalau kondisi seperti ini dibiarkan.
Indonesia merupakan negara penyumbang terbesar kedua dalam hal pencemaran
lautan.
Akibat lain yang sudah
kita rasakan adalah sering ditutupnya Tempat Pembuangan Akhir Sampah di
Piyungan karena sudah tidak bisa menampung buangan sampah warga.
Belajar dari kisah sukses
di tempat lain, faktor keberhasilan dalam pengelolaan sampah adalah karena
‘gerakan warga’, kata kuncinya edukasi dan demplot percontohan...
Figure 1 : Semakin menggunung sampah di TPA
Edukasi
Kepedulian masyarakat
terhadap masalah sampah masih rendah, sikap dan perilaku masyarakat dalam hal
sampah masih sangat perlu diedukasi. Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas PPKBPMD, setahu
penulis, telah melakukan pemberian sarana pengolahan sampah dan edukasi kepada
kelompok masyarakat agar persoalan sampah dilingkungan mereka dapat terkelola
secara baik. Dalam beberapa tahun terakhir telah dihibahkan alat angkut, mesin
pencacah, rumah pilah sampah bagi bank
sampah serta dilakukan pelatihan pengolahan sampah bagi UP2K-PKK, pengurus
pasar desa se kabupaten, pengurus Pos Pelayanan Teknologi Kapanewon se
kabupaten, pengurus BUMDesa dan unsur
pemerintah desa.
Pelatihan terakhir yang difasilitasi oleh
DPPKBPMD dilaksanakan di Guwosari Training Center (GSTC) Kalurahan Guwosari Pajangan
dengan peserta dari unsur Bumdes, Pemerintah Desa, Bamuskal, Pendamping Desa. Peserta
pelatihan diberi materi tentang bagaimana sampah itu digunakan kembali dan
bagaimana sampah itu didaur ulang menjadi produk baru yang fungsional dan
memiliki nilai ekonomi. Peserta diajari untuk mengenal lebih teliti berbagai
jenis sampah plastik limbah rumah tangga dan bagaimana sampah plastik tersebut
didaur ulang menjadi pralon dan bahan lain yang dibutuhkan manusia. Juga
bagaimana sampah kain bekas digunakan kembali menjadi pot semen tanaman yang
harganya lebih murah dengan pot plastik dalam ukuran sama.
Capaian hasil pelatihan untuk
mengubah perilaku warga agar proses pemilahan sampah dapat dilakukan di tingkat
paling bawah atau langsung dari sumbernya. Sampah akan menjadi masalah ketika
tidak dipilah tetapi justru sampah akan menjadi berkah ketika kita mampu
memilahnya. Karena ketika dipilah akan mudah penanganannya sekaligus punya
nilai ekonomi.
Dengan demikian
sebenarnya sudah ada kelompok-kelompok masyarakat yang dapat menjadi embrio dalam
penangan sampah di Bantul. Jika kelompok ini dapat diberdayakan dan dikoordinir
maka sangat mungkin akan dapat menjadi gerakan masyarakat peduli sampah secara
massif. Diharapkan mereka bisa berkolaborasi dan menjadi garda terdepan
sehingga terjadi akselerasi dalam mewujudkan Bantul Bersih Sampah. Agar konsep pengolahan
sampah dengan dasar pemilahan sampah ini bisa dilakukan secara masif maka perlu
dibuatkan demplot percontohan yang akan
menjadi referensi atau acuan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat
Problem di bank sampah
dan Bumdes yang memiliki unit usaha jasa
pengambilan sampah warga adalah belum dimanfaatkannya sampah organik rumah
tangga yang terkumpul dari pelanggan mereka. Mereka masih sebatas mengambil
sampah plastik dan kertas dari sampah pelanggan yang terkumpul dan mereka jual
ke pihak ketiga. Padahal jumlah sampah organik yang berhasil dikumpulkan seharinya bisa ratusan kilo, tapi sayangnya
hanya dibuang kembali ke TPA. Bahkan perlu keluar biaya angkut… Maka bagaimana memanfaatkan sampah organik ini
supaya tidak hanya dibuang lagi, menjadi penting agar sampah dari masyarakat
bisa tuntas terselesaikan oleh kelompok masyarakat. Tidak pertu lahan untuk
tempat pembuangan akhir sampah, bagaimana caranya?
Budidaya Maggot
Sampah organik
sebenarnya dapat terurai oleh mikroorganisme yang ada di alam tetapi proses ini
membutuhkan waktu lama. Namun sekarang ini kemampuan mikroorganisme di alam dalam
menguraikan sampah kalah cepat dengan jumlah sampah yang diproduksi manusia. Maka
semakin banyak sampah menumpuk dan terus bertambah setiap saat. Sebenarnya tidak
hanya mikroorganisme, ada makroorganisme yang mampu menguraikan sampah dengan
cepat dan mudah dilakukan, yaitu maggot. Dengan kemampuan manusia untuk mengenali
sifat perilaku maggot dan melakukan rekayasa teknologi budidayanya
telah terbukti maggot menjadi solusi masalah sampah organik.
Maggot adalah fase larva
dari lalat tentara hitam (black soldier fly). Lalat ini berkembang biak dengan
cepat, dalam satu siklus hidupnya –mulai dari telur, larva/maggot, pre pupa,
pupa, dan lalat- selama 50 hari mampu berkembang biak sekitar seratus kali
lipat. Pada fase larva/maggot mampu mengkonsumsi sampah organik seberat dua
kali berat tubuhnya. Sifat inilah yang menjadikan maggot sebagai ‘mesin’
pengurai sampah organik yang paling efektif sekaligus efisien.
Manfaat yang didapat
tidak hanya sebagai pengurai sampah organik tetapi juga maggot ini bisa
dimanfaatkan sebagai pakan unggas dan ikan karena tubuhnya mengandung protein
tinggi dan juga kalori. Penggunaan maggot sebagai pakan ikan atau ungags dapat
menekan komponen biaya pakan ikan sampai 23%. Dari budidaya maggot juga
menghasilkan pupuk kompos berkualitas dari kotoran maggot. Jadi, satu sisi
masalah sampahnya bisa terselesaikan dan akan didapat manfaat lain
yang sangat menguntungkan.
Bagaimana analisa usaha
budidaya maggot? Untuk bisa menghasilkan satu kilogram maggot dari fase telur
sampai maggot dewasa dibutuhkan 5 kilogram limbah organik. Jadi kalau Bumdes
punya 500 KK pelanggan, dengan satu KK anggotanya 4 orang maka dalam satu hari
sampah organik yang terkumpul adalah 0,6 x 0,6 x 4 x 500 kg sekitar 720 kg
sampah organik. Maka dalam sehari potensi maggot yang diproduksi seberat 720 kg
dibagi 5 yakni sekitar 144 kg maggot. Harga satu kilo maggot di pasaran Rp.
6.000,- sehingga Bumdes akan memperoleh pendapatan sebesar 144 kali Rp. 6.000,-
yakni Rp 864.000,- dengan dikurangi biaya penyusutan kandang dan alat serta
upah tenagakerja masih feasible untuk serius digeluti. Potensinya sangat
besar, jumlah KK di satu desa bisa mencapai 4.000 KK lebih, jadi apabila
budidaya maggot digeluti secara serius oleh Bumdes atau kelompok masyarakat
lain hasilnya sangat menjanjikan.
Berapa biaya
investasinya?
1. Biaya pembuatan kandang
lalat
2. Biaya pembuatan kandang
penetasan telur
3. Biaya pembuatan kandang pembesaran
maggot
4. Biaya pembuatan bangunan
peneduh kandang maggot.
Kandang lalat dan
kandang penetasan telur cukup seluas 30 m persegi, terbuat dari galvalum sehingga
butuh biaya 30 x 2 x 160.000 = 9.600.000. Biaya peralatan kandang 10.000.000. Maggot
membutuhkan kandang pembesaran, idealnya untuk memproduksi 6 kg maggot
dibutuhkan luasan kandang 1 meter
persegi. Dari siklus bayi maggot ke maggot dewasa butuh 18 hari. Jika target
produksi 300 kg sehari maka luasan kandang pembesaran maggot butuh 300:6 = 50 meter persegi. Tentunya
produksinya harus kontinu setiap hari, maka luas kandang maggot yang dibutuhkan harus kita
kalikan dengan jumlah hari satu siklus pembesaran = 50 x 18 = 900 meter
persegi. Untuk menghemat luasan bangunan peneduh kandang bisa disiasati dengan cara kandang pembesaran
maggot dibuat dari papan bertingkat 4, sehingga luasan bangunan peneduhnya hanya
butuh seperempatnya saja.
Dengan demikian untuk
memproduksi maggot 300 kg perhari membutuhkan kandang pembesaran seluas 900
persegi dan bangunan peneduh kandang seluas 900 : 4 = 225 m persegi. Biaya
pembuatan kandang pembesaran maggot dari tripleks tebal 9 mm untuk 1 m persegi
Rp 75.000, jadi 900 x Rp 75.000 = Rp67.500.000. Biaya pembuatan bangunan peneduh
kandang dari galvalum untuk 1 m persegi Rp 160.000 sehingga = 225 x Rp 160.000
= Rp 36.000.000.
Jadi total investasi seluruh
kandang dan peralatan dengan kapasitas produksi maggot 300 kg perhari = 9.600.000
+ 10.000.000 + 67.500.000 + 36.000.000 = 123.100.000. . Potensi pendapatan dari panen maggot 300 x
6.000 = 1.800.000 perhari. Dengan pekerja 5 orang dan gaji 1,5 juta bisa anda
hitung berapa pendapatan sebulannya, menggiurkan…
Dari analisa seperti ini
maka pengelola jasa pengambilan sampah warga bahkan tidak perlu memungut iuran bulanan
dari pelanggan dengan catatan warga telah memilah jenis sampah organik dengan
sampah lainnya. Sekaligus untuk mengedukasi warga agar peduli dan bertanggung
jawab dengan sampah yang dihasilkan.
Jika budidaya maggot
dengan memanfaatkan pakan sampah organik
limbah rumah tangga bisa dilakukan secara massif di setiap Bumdes atau kelompok
masyarakat, masalah sampah dapat terselesaikan di tingkat paling bawah dan
mimpi Bantul Zero Waste -seperti misinya bupati- bisa terwujud.
Insyaallah….