Selasa, 08 Desember 2020

SELOPARK : RINTISAN MENGGAPAI MIMPI

Ijtihad Mengentaskan Kemiskinan Melalui Wisata Desa

Kabupaten Bantul memiliki 75 kalurahan yang berada di 17 kapanewon, salah satunya adalah Kalurahan Selopamioro. Selopamioro, adalah sebuah kalurahan dibawah kapanewon Imogiri yang sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan dan berada di perbatasan Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Gunungkidul. Sampai akhir semester 1 tahun 2020, kalurahan ini memiliki penduduk sebanyak 16376 jiwa dengan 4788 KK dan jumlah kemiskinan sebanyak 5491 jiwa. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani, buruh tani dan wiraswasta. Sepertiga jumlah penduduk masih berada dalam derajat kemiskinan. Karena faktor jumlah penduduk yang besar, angka kemiskinan tinggi, luas wilayah dan kesulitan geografisnya tinggi maka kalurahan ini beberapa tahun terakhir selalu memperoleh Dana Desa terbanyak di Kabupaten Bantul. Pada tahun 2020 ini dana desa yang diperoleh sebesar Rp. 2.499.562.000,. Dana desa ini diharapkan dapat merubah derajat kesejahteraan warga desa melalui program yang berkesinambungan. Tentu program yang harus dikembangkan juga dengan menafaatkan sumber daya lokal, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya.

Pendamping P3MD Kabupaten Bantul telah mendorong Pemerintahan kalurahan untuk lebih kreatif dan inovatif melaksanakan berbagai program pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan ini. Hal itu telah didengungkan saat Program Inovasi Desa yang dilaksanakan sejak tahun 2017. Salah satunya dengan pemanfaatan potensi alam pegunungan yang dilalui bentangan sunyai Oya ini. Sebuah pilihan mimpi yang sangat luhur untuk memberikan kesejahteraan warga melalui wisata. Langkah ini dimulai saat pemerintah kalurahan memperoleh hibah dari Kementerian Desa PDTT sebesar Rp. 1,7 milyar untuk membangun kawasan wisata yang saat ini dikenal dengan Selopamioro Adventure Park (SELOPARK) yang berada di wilayah padukuhan Jetis Selopamioro yang berbatasan dengan padukuhan Kedungmiri Sriharjo. Pada saat membangun kawasan ini, hal pertama yang dilakukan adalah sosialisasi untuk meyakinkan warga masyarakat bahwa wisata bisa menjadi motor penggerak pembangunan yang cepat. Tahun pertama belum sepenuhnya warga membersamai kami, mereka tidak mau bersama sama membangun wisata, bahkan memberikan kesan yang buruk saat menerima tamu yang datang.

Para pemuda perintis dan pe-ngelola wisata Selopark tidak menyerah, bersama pemuda setempat mereka terus menso-sialisasikan wisata mampu merubah kesejahteraan warga. Selain respon warga yang rendah, ketika itu ada masalah dengan pemilik lahan dimana para pemuda perintis ini sempat diusir dari lahan yang dipakai untuk lokasi wisata karena dirasa ada pembagian yang kurang adil akan hasil sewa. Namun kembali, kami berdamai dengan siapapun, sampai pada akhirnya bersama pemerintah kalurahan, para pemuda ini memperjuangkan Perdes tentang BUMDes yang menangani wisata Selopamioro Adventure Park. BUMDesa ini diberi nama Mekar Jaya Selopamioro. Wahana wisata yang dikembangkan adalah Wahana Perahu karet dan Kanoe, Wahana Camping Ground dan Outbond, Wahana Climbing (Via Ferrata) dan Kafetaria. Panorama alam Selopark memang sangat indah, bentangan kali yang bersih dipadu dengan alam pegunungan dan persawahan terasering serta jembatan gantung akan membuat wisatawan kian fresh sepulang dari sana. Selain mengelola destinasi wisata desa ini BUMDesa Mekar Jaya juga mengelola persewaan tenda dan alat-alat pesta dan catering.

Dan hasilnya semua senang, dan sangat warga kooperatif dengan pengelola dan Pemerintah Desa. Data jumlah pengunjung periode tahun 2018 sampai pertengahan tahun 2019 berjumlah 21.605 pengunjung dengan memberikan masukaan sebesar Rp. 168.702.500,-. Dari sinilah ketertarikan warga masyarakat yang semula menolak, saat ini telah beraktivitas jualan di kawasan ini. Karena antusiasnya masyarakat dan pendapatan ini pemerintah kalurahan bersama pengelola kian giat mengembangkan program dengan memberikan alokasi dana desa yang kian besar. Dari sinilah kelihatan nyata bahwa pengembangan wisata desa bisa membuka lapangan pekerjaan dan memberikan pendapatan yang layak bagi warganya. Berbagai pengembangan sarana prasarana disuport oleh desa agar wisatawan kian nyaman berwisata sepanjang waktu. Suport dana desa tahun 2020 yang mencapai 100 juta telah dimanfaatkan untuk membangun sarana prasarana yang diperlukan. Cafetaria dan home-stay pun mulai dirintis dan nyatanya sudah banyak wisatawan yang memanfaatkannya.

Di tahun yang ketiga ini, Selopark sudah ditangani BUMDes) dengan memfokuskan bagaimana menambah fasilitas dan daya tampung agar lebih banyak pengunjung yang berdatangan. Tak lupa kita juga mengundang penggiat medsos dan wartawan online untuk meliput kegiatan kami. Hal mendasar yang menjadi tantangan bagi BUMDesa dan Kelompok Sadar Wisata Selopamioro adalah bagaimana merubah mindset warga yang berdagang dan bertani untuk mengembangkan skill mereka ke bidang pariwisata. Oleh karena itu berbagai paket pelatihan pengelolaan wisata bagi warga masyarakat terus giat dilakukan oleh pemerintah kalurahan bekerjasama berbagai pihak/lembaga. Salah satunya dengan dinas pariwisata kabupaten bantul.

Dalam perkembangan terakhir, Selopark telah memberi kemanfaatan yang luar biasa dimana berbagai wahana telah mampu memberikan pekerjaan dan pendapatan bagi warganya. Wahana Perahu karet dan kanoe telah mampu memperkerjakan 30 pemandu dan 5 orang tukang parkir. Wahana climbing (Via Ferrata) telah mampu memperkerjakan 5 warga sebagai koki dan pelayan, 2 orang tukang parkir dan 5 pemandu. Sedangkan Kafetaria telah didukung dengan 15 kios milik warga dengan menyediakan berbagai kuliner dan produk cinderamata seperti kerajinan Batik Selokaton sebanyak 12 pembatik, sneck Desa Prima Selo Maju sebanyak 30 orang. Inilah upaya yang akan terus dilakukan Pemerintah Kalurahan Selopamioro untuk mengentaskan kemiskinan.

Pengembangan wisata desa ini bukan tidak ada hambatan, namun para pengelola justru kian tertantang untuk mengatasi masalah dan hambatan yang dialaminya. Satu tekatnya adalah masyarakat harus sejahtera. Hambatan dan masalah yang dihadapi saat ini adalah sumber daya masnusia yang terbatas kemampuannya, akses menuju lokasi yang sempit sehingga bus besar tidak bisa masuk, sangat bergantung dengan alam sehingga jika ada hujan sering off beroperasi dan tidak adanya parkir yang luas untuk hari hari libur yang banyak menerima pengunjung. Persoalan ini sudah dikomunikasikan dengan pemerintah kalurahan dan berbagai pihak dan ada komitmen dari pemerintah kalurahan untuk mensuport agar Selopark bisa mengoptimalkan kesejahteraan warganya. Di masa pandemi COVID-19, pengelola sempat memutuskan untuk menutup tempat wisata ini untuk beberapa bulan, dan baru buka kembali setelah pemerintah Kabupaten Bantul mengijinkan untuk buka kembali. Dengan protokol kesehatan yang ketat, pengelola pun memberikan layanan kepada wisatawan. Majulah wisata desa, sejahteralah warganya.

 

(Ditulis oleh Slamet, S.Pd., SH. – TAPP P3MD Kabupaten Bantul)

Senin, 07 Desember 2020

PANGGUNG TANGGAP COVID-19, SEBUAH PRAKTIK BAIK DESA PANGGUNGHARJO


Desa adalah ibu bumi, tempat kembali dan berbagi. Itulah sepenggal kalimat mantra yang menjadi prinsip Wahyudi Anggoro Hadi, Lurah Panggung harjo yang dalam kesehariannya tidak mau lepas dari kacamata bulat dan peci hitam yang warnanya telah memudar. Di masa pandemi, banyak gagasan yang muncul dari pemikirannya dan telah diimplementasikan bersama masyarakat Desa Panggungharjo yang kemudian diberi nama Panggung Tanggap COVID-19 (PTC-19). Awalnya dulu, Kang Wahyudi demikian disapa, melakukan pendataan warga terdampak pandemi untuk mengetahui kondisi masyarakat dan untuk menentukan langkah penanganannya. Sejumlah 6.827 warga telah melaporkan diri ke pusat pendataan PTC-19. Hasilnya, 4.650 warga desa menyatakan sehat, 700 orang sehat bergejala non indikatif, 52 orang pelaku perjalanan, 3 orang punya riwayat perjalanan dan atau memiliki riwayat kontak dengan positif Covid-19 dan ada 17 orang punya riwayat perjalanan dan atau memiliki riwayat kontak dengan positif Covid-19 disertai dengan gejala indikatif non indikatif. Dan, 35 orang punya riwayat perjalanan dan atau memiliki riwayat kontak dengan positif Covid-19 disertai dengan gejala indikatif nonindikatif dan disertai dengan penyakit penyerta.

Sebagai tindak lanjut, Badan Pelayanan Jaminan Pengaman Sosial  (salah satu LKD Desa Panggungharjo) dibantu surveilans Puskesmas Sewon II melakukan asistensi dan monitoring harian dengan melakukan kunjungan langsung ke warga desa berstatus Orang Dalam Pengawsan (ODP), yang beberapa di antaranya adalah pemudik yang baru saja pulang dari ibu kota. Kunjungan langsung ini dilakukan setelah yang bersangkutan merasakan gejala baik indikatif maupun non indikatif. Surveilans juga memberikan beberapa obat untuk mengatasi gejala yang dikeluhkan. Monitoring dan asistensi langsung ini dilakukan untuk menghilangkan stigmatisasi dan memberikan dukungan secara psikologis supaya bersedia untuk melakukan karantina mandiri serta agar yang bersangkutan berkenan melakukan monitoring kesehatan harian melalui https:// panggungharjo.desa.id/Covid secara rutin, agar pemerintah desa dan lembaga terkait bisa melakukan asistensi harian.

Lebih jauh Kang Wahyudi menjelaskan bahwa dalam mengelola dan menghadapi tantangan wabah ini tentu langkah strategis yang harus dilakukan adalah membangun sistem. Keteladanan menjadi dasarnya. Dan sistem tidak sebatas aturan, ada atmosfer kerja yang harus dibangun. Dalam ruang itulah PTC-19 dilakukan dengan manajemen dan logical framework sebagai dasar kerja menghadapi situasi sekarang. Sistem lapor dan dukung menjadi dua langkah sinergis yang perlu dilakukan untuk menangani dampak klinis maupun nonklinis (sosial, ekonomi, keamanan). Sebab inilah saatnya bagi kita semua bersama-sama bergotong royong menyelamatkan warga desa. Kemanusiaan kita diuji, dan pemimpin dituntut untuk mengambil komando utama. Dengan Holopis Kuntul Baris, Panggungharjo telah melahirkan Modul Panggung Tanggap COVID-19, Praktik Baik Desa Panggungharjo. Modul inilah yang menjadi panduan bagi seluruh aktivis desa menangani pandemi, dan sebagai penggagas dan Lurah Desa Kang Wahyudi selalu tampil di garda terdepan dan siap dengan segala resikonya yang dia sebut sebagai bukti keihlasan dan kepasrahan.

Di dalam modul PTC-19 ini diuraikan langkah mitigasi klinis dan nonklinis harus disusun untuk memandu seluruh stakeholder desa bersama-sama melawan Corona secara sistematis. Ini sebagai penuntut bahwa desa akhirnya harus menerima kondisi ini dengan cara terus bergerak. Sebagai lini terakhir yang mewakili negara, pemerintah desa sudah selayaknya tanggap dan sigap memberi perlindungan seluruh warga desa, tanpa terkecuali. Tetapi semua yang demikian membutuhkan strategi dan model pengawasan yang ketat dan terukur. Sebab kita tak tahu dari mana virus menular dan membunuh pelan-pelan sehingga yang diperlukan kemudian adalah ketanggapan menghadapi wabah. Rangkaian kegiatan tanggap darurat ini diberi nama Panggung Tanggap Covid-19 (PTC-19). Prinsip awal yang dikembangkan, semuanya adalah masa “pengujian” seberapa berhasil dilakukan dan seberapa besar bisa dikurangi tingkat persebaran, dan memitigasi dampaknya. Fokus pada dampak klinis tentu saja harus diarahkan ke sana, tetapi memikirkan dan mengatasi dampak sosial ekonomi tidak boleh kita lupakan. Warga harus hidup, dan desa harus menopangnya serta bekerja bersama-sama warga.

Pada satu sisi, Kang Lurah ini menjelaskan bahwa Komunikasi Risiko dan Pemberdayaan Masyarakat (KRPM) merupakan komponen penting dalam penanggulangan tanggap darurat kesehatan masyarakat, baik secara lokal, nasional, maupun internasional. KRPM dapat membantu mencegah infodemic (penyebaran informasi yang salah/hoaks), membangun kepercayaan publik terhadap kesiapsiagaan dan respon pemerintah, sehingga masyarakat dapat menerima informasi dengan baik dan mengikuti anjuran pemerintah. Dengan demikian, hal-hal tersebut dapat meminimalkan kesalahpahaman dan mengelola isu atau hoaks terhadap kondisi maupun risiko kesehatan yang sedang terjadi. KRPM menggunakan strategi melibatkan masyarakat dalam kesiapsiagaan dan respon serta mengembangkan intervensi yang dapat diterima dan efektif untuk menghentikan penyebaran wabah yang semakin meluas serta dapat melindungi individu dan komunitas. Di sisi lain, upaya ini juga sangat penting untuk pengawasan, pelaporan kasus, pelacakan kontak, perawatan orang sakit dan perawatan klinis, serta pengumpulan dukungan masyarakat lokal untuk kebutuhan logistik dan operasional.

Data dan informasi akan menjadi panduan penting dalam penanganan wabah ini. Peran data menjadi sangat krusial baik dalam pencegahan, penanganan, maupun penanggulangan dengan mengisi formulir yang disampaikan lewat Whatsapp Bussiness. Lurah harus menjadi pemegang komando atas semua informasi dan kendali (perintah) dalam WA Group. Data dibutuhkan untuk melihat seberapa besar potensi sebaran Covid-19 di desa berdasarkan aktifitas warga dalam 14 hari terakhir dan beberapa minggu kemudian. Data juga dibutuhkan untuk identifikasi awal atas potensi dampak yang mungkin akan dialami oleh warga desa baik dampak klinis berupa terjangkitnya warga maupun nonklinis berupa potensi hilangnya pendapatan warga selama masa krisis ini. Di samping itu juga mendorong aktif warga untuk mengisi formulir tersebut, lurah desa berperan mengedukasi warga desa agar menaati perintah dari pemerintah untuk sementara waktu membatasi kegiatan yang melibatkan orang banyak kecuali untuk alasan yang penting dan mendesak. Pemerintah desa akan mengupayakan langkah-langkah terbaik untuk menjamin keselamatan dan keberlangsungan hidup warganya dan itu sangat tergantung dari kualitas data yang dihimpun dari formulir yang sudah disebarkan. Selain itu, data ini juga dibutuhkan untuk identifikasi modal sosial yang dimiliki oleh warga desa untuk mendorong tumbuhnya kembali budaya gotong royong guna bersama-sama mengatasi krisis ini. Karenanya Kang Lurah ini tidak jemu menekankan data ini sangat penting dan selalu mengintakan jangan lupa isi datamu, untuk keberlangsungan hidupmu, keluargamu, dan masa depanmu. Dan semua masyarakat pun terlibat menyuplai data yang akurat sehingga desa berdaulat.


Pemerintah desa memastikan semua dukuh dan ketua RT harus masuk dalam WA group yang khusus hanya untuk menginformasikan kondisi desa dan bukan yang lain. Termasuk tidak menyebarkan berita informasi baik foto tulisan maupun video yang tidak terkait dengan Desa Panggungharjo. Tiap pedukuhan juga didorong membut WAG sendiri dan lurah desa masuk di dalamnya untuk memegang kendali terhadap perkembangan-perkembangan yang terjadi di tiap dukuh. Maka WAG PTC-19 adalah didedikasikan untuk mengakomodasi segala keluh kesah warga desa, harapan, atau kerisauan. Apapun yang butuhkan, masalah apa yang dihadapi oleh warga bisa difasilitasi desa.

Semangat dan tulodho yang ditunjukkan Kang Wahyudi ini ternyata telah mampu menggugah semangat warga desa. Tim data dan informasi ini telah disuport oleh ahli-ahli IT, pengelola data dan pengolah informasi untuk memberikan informasi kepada pemerintah desa, warga desa melalui sistem informasi desa atau web desa bersifat kerelawanan. Tim data dan informasi day to day memantau jumlah laporan, dan melakukan analisis terhadap data yang ada untuk bisa segera diambil tindakan riil, baik terkait aspek klinis maupun nonklinis. Ada 3 aplikasi dibangun PTC-19 yaitu: 1) http://bit.ly/panggungtanggapCovid-19; 2) http://bit.ly/LaporpanggungtanggapCovid-19; dan 3)  http://bit.ly/dukungpanggungtanggapCovid-19. Mitigasi bidang dampak ekonomi pun tak luput dari perhatian Lurah yang telah melahirkan Kampung Mataraman yang telah mampu menghasilkan pendapatan asli desa berlipat ini. Suatu keluarga yang berdomisili di wilayah Desa Panggungharjo dapat mengajukan diri untuk memperoleh fasilitasi pengurangan dampak ekonomi melalui http://s.id/mitigasiekonomi atau http://bit.ly/PTC19nonklinis.

Kepedulian dan public trust warga desa kepada Lurah dan pemerintah desa menjadi kata kunci. Menggabungkan sistem IT untuk mempermudah pemantauan dan pendataan menjadi hal penting. Tetapi tidak kalah penting adalah bagaimana proses mengorkestrasi sistem tanggap darurat ini menjadi gerakan yang padu, yang memungkinkan seluruh komponen desa terlibat di dalamnya sehingga yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang kuat, yaitu kepemimpinan yang asertif, yang dapat menggelorakan solidaritas sosial, dan dipercaya oleh warganya. Hal ini hanya dapat diperoleh jika pemerintah desa ber sikap terbuka-termasuk perihal kondisi masyarakat yang terpapar dan jumlah korbannya. Lurah desa mengambil kendali penuh terhadap sistem pengendalian dan operasi di desa. Keterbukaan dan informasi menjadi prasyarat penting untuk membangun kepercayaan dan keterlibatan warga. Sikap saling percaya diperlukan untuk mengatasi bencana Covid-19.

Saling percaya diperlukan baik antar masyarakat maupun dengan pemerintah desa. Masyarakat harus percaya dengan skema kebijakan penanggulangan bencana Covid-19 pemerintah desa, dengan tetap berpikir kritis. Percaya ketika diminta untuk tetap di rumah, bekerja di rumah, meniadakan kegiatan ramai, tidak berkerumun, dan sebagainya untuk mencegah penyebaran virus secara masif. Tanpa kepercayaan publik, upaya pemerintah mengatasi bencana Covid-19 akan sia-sia. Begitu juga sebaliknya, pemerintah mesti percaya bahwa masyarakat juga tidak tinggal diam. Masyarakat ikut membantu, baik sekadar mengikuti anjuran pemerintah, maupun membantu mengatasi kekurangan perlengkapan dan kebutuhan yang belum mampu dicukupi pemerintah. Misalnya kebutuhan tenaga medis, masker, hand sanitizer, bahan makanan, dan lainnya. Pemerintah seharusnya menjaga kepercayaan ini dengan mengoptimalkan upaya penanggulangan bencana corona. Mengutamakan kepentingan publik dibanding kepentingan segelintir elite. Kepercayaan akan menumbuhkan solidaritas, baik individu maupun kolektif. Solidaritas merupakan energi sosial untuk menghadapi bencana Covid-19. Solidaritas antarwarga dapat membangun kekuatan di tingkat masyarakat. Solidaritas politik untuk membangun kekuatan politik dan kebijakan di tingkat negara. Dalam kondisi bencana, hilangkan sekat penguasa dan oposisi karena solidaritas lebih penting. Untuk menjaga kepercayaan tersebut, keterbukaan informasi menjadi kunci penting untuk membangun keterlibatan warga dan komunitas desa untuk bersama-sama tanggap bencana. Hal itulah yang harus dikembangkan di desa. Keterbukaan terkait jumlah warga yang terindikasi positif, maupun masih dalam pemantauan menjadi penting. Siapa, di mana orang mengalami gelaja juga menjadi penting untuk diinformasikan ke publik desa. Tujuannya tentu saja agar kesiapsiagaan, kewaspadaan warga terus meningkat dan terjaga. Pemerintah bersikap transparan mengenai informasi wilayah dan tempat mana saja yang terdampak atau terpapar. Penting agar publik mengetahui agar dapat segera diambil serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (mitigasi). Keterbukaan informasi bukan hanya terkait dalam proses mitigasi klinis dan nonklinis tetapi termasuk di dalamnya adalah untuk mengidentifikasi keperluan-keperluan penanganan dampak klinis mapun nonklinis di desa. Gerakan dukung juga mendorong waga untuk berpartisipasi dalam bentuk apapun, tenaga, sumbangan barang, sumbangan uang, dan lainnya tapi di sini transparasi atau keterbukaan menjadi penting. Desa Panggungharjo melakukan itu semua untuk membangun gerakan bersama melawan Covid-19. Sebab tanpa itu, mengandalkan pemerintah Desa saja tidak akan cukup. Butuh bergerak bersama, bergandengan tangan bersama.

Atas gagasan, dedikasi dan kepemimpinannya dalam penanganan COVID-19 ini, Kang Lurah Wahyudi Anggoro Hadi, S.Farm.Apt ini pada tanggal 25 November 2020 telah menerima penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam forum Top-21 Inovasi Pelayanan Publik Penanganan COVID-19 dari kelompok masyarakat sipil. Baginya penghargaan ini bukan untuk dirinya tetapi untuk warga desa Panggungharjo yang dengan semangat Holobis Kuntul Baris telah bergerak bersama untuk tetap eksis di masa pandemi ini.


Apresiasi ini adalah wujud penghormatan negara atas keberdayaan sosial dari warga desa Panggungharjo. Keberdayaan yang lahir dari kesadaran bahwa hanya dengan saling menopang, saling menyediakan bahu kita dapat menyelesaikan persoalan bersama. pandemi ini mengajarkan kepada kita semua, untuk kembali memungut nilai-nilai yang dulu pernah kita lupakan dan tinggalkan. Kekeluargaan, kerjasama dan musyawarah adalah nilai hidup yang saat ini harus kita rawat kembali, untuk menjadikan desa kita sebagai tempat yang layak, patut dan bermartabat bagi semua warga bangsa. Dia pun tak pernah berhenti mengucapkan syukur matur nuwun Gusti, matur nuwun warga desa, matur nuwun para relawan, matur nuwun untuk setiap jiwa yang telah merelakan waktu, tenaga dan fikiran serta untuk semua doa doa yang senantiasa dilangitkan. Penghargaan ini adalah untuk semua warga desa, diri ini hanyalah seonggok daging yang hadir untuk sekedar menjadi wakil, doa-doa warga desa yang senantiasa dilangitkanlah yang pada akhirnya menjadikan diri ini menjadi bernyawa dan bermakna. Salam sehat selalu kang wahyudi….

(Ditulis dan disarikan oleh Slamet, S.Pd., SH., TA-PP P3MD Kabupaten Bantul dari wawancara kecil dengan Wahyudi Anggoro Hadi, Lurah Panggungharjo dan dari Modul Panggung Tanggap COVID-19)


Minggu, 29 November 2020

GEDUNG BUMDes SUMBERMULYO MANDIRI UNTUK RUMAH KARANTINA COVID-19 BERSTANDAR HOTEL

 

Pada awal pandemi COVID-19 semua warga masyarakat Desa Sumbermulyo mengalami ketakutan yang luar biasa sehingga banyak melakukan pemblokiran jalan kampung dan akses jalan yang biasa dilewati warga masyarakat. Sejak saat itu penolakan warga asing dan pemudik juga menjadi pilihan warga. Pada akhir Ramadan menjelang hari raya tahun ini, gelombang pemudik yang pulang ke kampung halaman meningkat dan berpotensi terjadi penolakan. Untuk mengantisipasi terjadinya penolakan para pemudik ini, Lurah Desa Sumbermulyo telah mengeluarkan humbauan agar warga masyarakat tidak menolaknya dan sebagai solusi agar setiap dusun menyediakan rumah karantina. Atas himbauan ini kepala padukuhan kemudian mengkoordinasikan pendirian rumah karantina di16 dusun yang ada di Desa Sumbermulyo. Saat ini, seluruh dusun telah menyediakan Rumah Karantina. Kebijakan ini sebagai respon dari pengalaman adanya sejumlah warga desanya yang menolak kedatangan pemudik dimana di awal masa pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) ada sekitar 78 pemudik yang tercatat pulang ke Desa Sumbermulyo. Dari jumlah tersebut, tidak semuanya bisa langsung mulus pulang ke rumah. Ketika itu ada 10 di antaranya, mendapatkan penolakan dari warga dusun mereka berasal.

Benar prediksi awal, menjelang lebaran jumlah pemudik kian banyak jumlahnya. Saat itu Desa Sumbermulyo baru memiliki satu rumah karantina desa yaitu Gedung Saemaul yang letaknya jauh dari pemukiman penduduk dan dekat dengan Puskesmas Bambanglipuro sehingga lebih mudah pelaksanaan pemeriksaan oleh fasilitas kesehatan. Gedung ini hanya mampu menampung 20 orang dengan mempertimbangkan jaga jarak. Karenanya Pemerintah Desa juga menyiapkan 2 bangunan yang bisa difungsikan sebagai tempat karantina yaitu Gedung Serbaguna Desa Sumbermulyo dan satu rumah milik warga yang tidak ditempati oleh pemiliknya. Gedung Saemaul adalah gedung yang dibangun dengan dana bantuan dari Korea Selatan dalam program Saemaul-Undong. Program ini merupakan gerakan pembangunan yang digerakkan oleh masyarakat dengan menekankan pada semangat ketekunan, swadaya dan kerjasama. Saemaul-Undong juga dalam rangka menggelorakan semangat gotong royong yang diberkolaborasikan dalam berbagai aktivitas untuk mewujudkan Indonesia yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karto raharjo.


Gedung baru Saemaul yang arsitektur megah ini memang peruntukannya untuk BUM Desa Sumbermulyo Mandiri, namun karena kebutuhan yang mendesak fungsi ini sementara dialihkan untuk rumah karantina. Kebutuhan kantor BUMDes sementara menempati bangunan yang berada di komplek Balai Desa Sumbermulyo. Seluruh fasilitas karantina disiapkan lengkap, mulai tempat tidur, meja kursi, almari, sarana mandi dan cuci, serta fasilitas full-wifi. Kebutuhan konsumsi juga disiapkan 3 kali sehari dengan tambahan buah-buahan, makanan camilan dan kebutuhan minuman (teh dan kopi). Karena fasilitas ini, Gus Menteri Desa PDTT yang berkunjung ke Desa Sumbermulyo pada hari Sabtu, 13 Juni 2020 mengatakan rumah karantina berikut fasilitasnya yang disediakan Pemerintah Desa Sumbermulyo bak hotel berbintang 3. Memang diakui rumah karantina yang ada di setiap dusun tidak sebagus rumah karantina Saemaul, tetapi setidaknya fasilitas tempat tidur, meja kursi, kamar mandi dan cuci serta kebutuhan makanan dan gizi tambahan juga disediakan pada saat rumah karantina ada yang menghuni. Rumah atau ruang isolasi ini selaras dengan SE-Kemendes PDTT No. 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap COVID-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa. Surat edaran ini berisi agar setiap desa harus memiliki ruang isolasi menghadapi COVID-19. Dengan difasilitasi pendamping desa dan Relawan Desa melawan COVID-bersama Kepala Padukuhan, dibuatlah standar operasional prosedur penggunaan rumah karantina di setiap dusun. Secara cepat warga telah melakukan komunikasi kepada saudara dan famili yang berada di perantauan guna mengantisipasi kemungkinan mudik lebaran. Selain itu juga melakukan pendataan warga yang secara sukarela menyediakan konsumsi selama ada warga yang menghuni rumah karantina. Informasi dari warga, ada banyak perantau yang akan mudik untuk merayakan Lebaran dan ada yang mudik karena dampak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta.

Pemerintah desa kemudian membuat surat edaran kepada seluruh warga masyarakat padukuhan yang berisi agar warga masyarakat tidak ada lagi yang menolak pemudik. Kalaupun terpaksa harus ditolak, maka harus diberikan solusi. Keluarga para pemudik wajib menginformasukan kepada Pemerintah Desa melalui Relawan Desa Melawan COVID-19 dan para pemudik wajib melakukan karantina selama 14 hari, tidak memandang pemudiknya kaya atau miskin. Jadi gedung atau ruang karantina ini ditujukan kepada para pemudik di mana rumah atau keluarga yang dituju memiliki balita, lansia, di rumah tujuan ada keluarga yang sakit seperti penyakit gula, kanker, stoke dan sakit berat lainnya. Termasuk ditolak oleh warga seperti kasus keluarga yang kini menghuni gedung isolasi. Ini dilakukan demi kehati-hatian karena kita percaya COVID-19 itu bener-bener ada dan bisa mengancam siapapun. Dengan penyediaan fasilitas ini tidak boleh ada lagi penolakan pemudik karena musuh kita bersama adalah virus, bukan pemudik.

Selain menyediakan rumah karantina sebanyak 19 tempat (3 milik desa dan 16 di setiap pedukuhan), Pemerintah Desa Sumbermulyo juga giat melakukan kampanye 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan menjaga jarak) serta PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Relawan Desa Melawan COVID-19 yang sudah ada sejak awal masa pandemi, terus dan terus melakukan kampanye ni, selain giat melakukan penyemprotan di tempat fasilitas umum. Prinsipnya adalah selama kita mengikuti aturan protokol kesehatan, maka kita semua tidak akan terserang (terinfeksi). Untuk penanganan ini, selama tahun 2020 ini Pemerintah Desa Sumbermulyo sudah mengalokasikan anggaran Rp. 203 juta untuk penanganan COVID-19, diluar alokasi untuk bantuan langsung tunai dana desa. Ini wujud keseriusan pemerintah desa untuk menjaga warga desa agar tidak terinfeksi. Anggaran ini digunakan untuk kegiatan tanggap darurat yang meliputi penyediaan rumah karantina, pengadaan sarana penyemprotan, pengadaan alat pelindung diri, penyediaan sarana cuci dan lain-lain. Dan ternyata anggaran ini belum mampu meng-cover seluruh kebutuhan warga masyarakat yang jumlahnya hampir 17 ribu jiwa. Karenanya Pemerintah Desa sumbermulyo berusaha untuk membangun jejaring dengan berbagai lembaga dan organisasi, kawan dan sahabat dan dari pihak manapun demi warga masyarakat.

Perkembangan jumlah masyarakat terinfeksi COVID-19 di akhir-akhir ini kian meningkat, bahkan DIY telah dinyatakan sebagai zona merah. Bahkan dalam 2 minggu terakhir rumah karantina (disebut juga shelter) Saemaul telah penuh dihuni warga terinfeksi yang semuanya orang tanpa gejala (OTG). Ada yang salah dengan perilaku masyarakat sehingga perkembangannya justru melonjak. Dengan alasan yang tidak masuk akal karena merasa jenuh dalam pembatasan, dan adanya pembukaan fasilitas wisata dan tempat-tempat nongkrong, masyarakat menjadi abai dengan protokol 3M. Kerumunan dan arak-arakan masa yang abai protokol kesehatan kian mudah kita temukan. Perilaku kebiasaan baru seperti yang dikampanyekan Badan Nasional Penanggulangan Bencana seolah tidak digubris. Mengapa kita tidak mau belajar mengambil hikmah dari bencana ini?. Salam sehat. ‎

(Slamet, S.Pd., SH - TAPP Kabupaten Bantul)

 

 

PKTD Untuk Kegiatan Kebun Buah Desa

                   Sesuai dengan kebijakan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam penggunaan Dana Desa tahun ...